Dia mengenakan blus off shoulder lengan panjang berwarna merah hati dengan bawahan rok renda dan high heels. Bibirnya merah merona karena sapuan gincu. Rambutnya yang biasa diikat asal-asalan, kini pun dibiarkan jatuh menjuntai.
Bejo yang sekonyong-konyong muncul sampai menatap pangling.
"Kamu ...," ucap Bejo, "... Tiwi, kan?"
Tiwi tertawa kecil. "Iyalah, Bang, siapa lagi," sahutnya.
Diam-diam dia juga mengagumi penampilan Bejo yang beda dari biasanya. Sepatu kets putih, celana blue jeans yang senada dengan warna jaket denimnya dan kaos hitam pekat menempel ketat di balik jaket denimnya. Ada kacamata hitam yang sudah disandarkan di atas dahinya.
Tiwi berniat memuji penampilan Bejo sore itu, tapi yang mampu keluar dari bibirnya hanya komplimen pada kacamata Bejo.
"Kacamatanya keren, Bang."
Bejo tersenyum. "Terima kasih, tapi kapok aku. Tadi waktu ke sini sampai nabrak tiang listrik. Tidak biasa pakai kacamata item begini, soalnya. Hehe... Eh, ayuk kita masuk sekarang. Sebentar lagi film-nya dimulai."
Mereka pun berjalan bersisian menuju ke gedung bioskop yang tidak jauh dari halte itu. Awalnya di antara mereka ada jarak. Tapi saat memasuki beranda gedung, Bejo mulai memberanikan diri menggenggam tangan Tiwi.
"Gak apa-apa ya, Dek, aku pegang tangannya? Buat jaga-jaga. Soalnya di dalam banyak orang, takut kamu ketukar sama cewek lain," goda Bejo.
Tiwi pun tersipu dan memasrahkan jemarinya dalam genggaman Bejo.