Climate Action merupakan gol ke 13 dari 17 target global pembangunan berkelanjutan atau yang lebih dikenal dengan nama Sustainable Development Goals (SDGs). UNDP (United Nation Development Programme) menjadikan climate action sebagai salah satu gol, karena saat ini tidak ada satu negara pun yang lepas dari dampak dan ancaman perubahan iklim.Â
Jika kita tekun mengamati isu-isu global, perubahan iklim adalah salah satu isu yang semakin populer beberapa tahun terakhir ini.
Sebelum mengulas lebih lanjut tentang climate action, mari kita simak beberapa fakta mencengangkan berikut: pada tahun 2019 kenaikan kadar karbondioksida dan gas rumah kaca lain di atmosfir mencatatkan rekor baru sepanjang sejarah.Â
Memang diprediksi konsentrasi gas rumah kaca akan mengalami penurunan pada tahun 2020 ini sebagai dampak dari pembatasan sosial dan perlambatan ekonomi akibat pandemi. Tapi tanpa aksi yang berarti, gas rumah kaca akan kembali meningkat setelah ekonomi bergerak kembali.
Pada tahun 2017, manusia dengan segala aktivitasnya memiliki andil terhadap kenaikan suhu global sekitar 1 derajat celcius. Kenaikan suhu global yang terus terjadi menyebabkan saat ini permukaan air laut naik 20 cm dibandingkan dengan tahun 1880. Tanpa aksi yang berarti diperkirakan permukaan air laut masih akan naik 30 cm -122 cm lagi sampai pada tahun 2100.
Emisi gas rumah kaca juga mengubah sistem iklim kita, sehingga cuaca menjadi tak menentu dan di berbagai belahan bumi terjadi bencana alam. UNDP mencatat sejak tahun 1998 sampai tahun 2017 telah terjadi bencana terkait perubahan iklim yang menyebabkan kematian 1,3 juta orang dan 4,4 juta lainnya sakit/terluka.
Kepedulian terhadap kelestarian bumi sebagai rumah bersama ini membuat sejumlah negara (termasuk Indonesia) ikut dalam konferensi iklim di Perancis pada tahun 2015 dan menuangkan rencana aksi pada kesepakatan yang disebut Paris Agreement.Â
Salah satu butir dalam kesepakatan tersebut adalah menjaga agar kenaikan suhu global pada abad ini berada di bawah 2 derajat celcius (targetnya 1,5 derajat celcius) dibandingkan era pre-industrial. Â Â
Angkanya nampak kecil. Tapi sesungguhnya dibutuhkan upaya yang besar, signifikan dan berkelanjutan dari semua pihak untuk mencapai target tersebut. Upaya tersebut antara lain: percepatan penelitian dan pengembangan sumber-sumber energi terbarukan, pembangunan teknologi ramah lingkungan secara masif dan menekan produksi gas rumah kaca (ditargetkan sebesar 45% sampai tahun 2030). Ini bukan upaya yang mudah tanpa keseriusan dan komitmen bersama.
Nah, demikian isu globalnya. Tapi gol yang sifatnya global tersebut tidak akan tercapai jika masing-masing dari kita tidak ikut berkontribusi dalam climate action, sekecil apapun itu. Jadi pertanyaan berikutnya adalah: apa yang bisa kita lakukan?
Jika kita telah terbiasa mendengar dan melakoni 3R (Reduce, Reuse, Recycle) sebenarnya kita telah mulai kontribusi. Tapi biar lebih konkrit saya akan ulas beberapa kiat yang bisa dilakukan di kantor atau lingkungan kerja, sebagai pusat dari rutinitas keseharian kita. Beberapa di antaranya juga bisa diterapkan di rumah masing-masing.
Mari kita simak satu per satu.
Mengurangi Penggunaan Botol Air Mineral
Sudah tiga tahun terakhir kantor kami menerapkan kiat yang satu ini. Setiap rapat atau pelatihan yang dilakukan secara internal di lingkungan kantor, panitia sudah tidak menyiapkan air mineral kemasan lagi. Staf dan bahkan para aktivis sudah hafal harus membawa botol air sendiri, jadi panitia tinggal menyiapkan dispenser dan air galon isi ulang.Â
Jika ada peserta kegiatan yang lupa membawa botol sendiri, panitia menyiapkan gelas-gelas untuk digunakan peserta. Tentu saja tujuan utama aksi ini adalah mengurangi produksi sampah plastik. Dampak lainnya adalah biaya kegiatan lebih sangkil dibanding jika harus membeli botol air mineral kemasan.
Menghindari Kemasan Makanan StyrofoamÂ
Jika harus memesan nasi box atau makanan dari luar, teman yang bertugas sudah tahu mereka harus memesan makanan yang menggunakan kemasan kertas, bukan styrofoam. Sampah styrofoam membutuhkan waktu yang lebih lama untuk diurai lingkungan.Â
Selain itu residu polistirena (zat kimia dalam styrofoam) yang larut dalam makanan dan terakumulasi dalam tubuh dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti memicu pertumbuhan sel kanker serta mengganggu fungsi pencernaan dan pernapasan.
Jadi dengan mengurangi penggunaan styrofoam kita sudah berkontribusi menjaga kelestarian lingkungan sekaligus menjaga kesehatan tubuh kita.
Hemat Energi Listrik
Mungkin sudah sering kita mendengar nasihat seperti: cabut steker listrik yang tidak terpakai, matikan lampu di ruangan kosong, gunakan lampu LED (lebih mahal tapi lebih hemat listrik dan tahan lama).Â
Tapi berapa banyak dari kita yang benar-benar melakukannya? Malah ada yang biasa menyahut, "Kan bayar tagihan listriknya pakai uang saya sendiri, bukan minta uang kamu!"
Benar sekali. Tapi bukankah pembayaran listrik itu adalah konsekuensi dari penggunaan listriknya? Dengan mengurangi pemakaian listrik, kita dapat menghemat biaya dan ikut berkontribusi mengurangi emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari proses pembangkitan dan distribusi daya listriknya.Â
Jika menghitung secara individu per individu ya mungkin kecil saja perbedaannya. Tapi bayangkan perubahan yang terjadi jika semakin banyak orang yang melakoni aksi hemat energi ini.
Menggunakan Peralatan dengan Label Energy Star
Label Energy Star adalah standarisasi untuk peralatan elektronik yang telah lulus uji energi. Standar Energy Star diawali di Amerika Serikat pada tahun 1992 oleh EPA (Enviromental Protection Agency) bekerja sama dengan Departemen Energi.Â
Sejak standar uji energi ini dikembangkan, sejumlah negara seperti Australia, Kanada, Jepang, Selandia Baru dan Taiwan pun ikut mengadopsi standar tersebut dan saat ini telah menjadi standar internasional.
Peralatan yang telah mendapat label Energy Star menerapkan konsep green computing, lebih hemat energi dan memiliki umur perangkat keras yang lebih lama.  Â
Paperless
Produksi dokumen yang intens membuat perkantoran cenderung menjadi penghasil sampah kertas. Kiat-kiat mengurangi produksi sampah kertas adalah menggunakan kembali halaman kosong (di balik kertas bekas) untuk mencetak dokumen yang tidak bersifat official, meminimalkan penggunaan kertas dengan digitalisasi sistem kerja, serta dokumen-dokumen (yang relevan) didistribusikan dan diarsipkan secara daring. Saat dibutuhkan versi cetaknya, barulah dokumen-dokumen ini dicetak.
Dengan menghemat kertas, kita berkontribusi pada kelestarian lingkungan karena bahan baku utama pembuatan kertas adalah pohon. Memang saat ini sudah banyak kertas daur ulang, tapi tetap saja proses produksinya meninggalkan jejak karbon ke atmosfir kita.
Kiat-kiat di atas sebenarnya cukup sederhana. Beberapa mungkin terlihat rumit, tapi bisa dilakukan dengan melibatkan orang-orang di sekitar kita. Ajaklah pimpinan, kolega atau bawahan untuk ikut andil dalam climate action ini melalui pendekatan yang baik. Dengan melakukan aksi sekecil apapun, kita telah ikut berkontribusi untuk aksi iklim secara global untuk menjaga bumi sebagai rumah bersama.
Salam lestari!Â
---
baca juga:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H