Dari layar Joshua dapat melihat presiden memasuki aula yang telah dipenuhi para menteri dan jajaran menuju ke podium. Dia pun meneguk air mineral botol dengan kalap. Walaupun sudah cukup sering bertemu dengan presiden, keadaan itu selalu sukses membuatnya tegang sampai kadang lupa kalau lehernya sudah kering kerontang.
Presiden berpidato selama 25 menit, sesuai dengan prediksi Joshua. Hanya saja yang "sedikit" tidak berjalan sesuai skenario adalah marah-marah presiden terdengar hampir di sepanjang pidato. Padahal jika sesuai konsep, mestinya "marah-marah" itu hanya 25% saja dari naskah. Pada beberapa bagian, presiden memang berimprovisasi tapi tetap tidak jauh menyimpang dari naskah yang telah disiapkan.
Jawaban diperoleh, setelah presiden dan kembali masuk ke ruangan.
"Bagaimana pidato saya, Jo?" tanya presiden.
"Sesuai konsep sih, Pak. Hanya sepertinya nada tingginya kebanyakan," jawab Joshua hati-hati.
Presiden tertawa kecil. "Ya, itu juga bagian dari improvisasi. Selain itu, saya tadi sedikit 'blank' jadi beberapa tanda baca kelupaan artinya. Ya udah, sekalian pakai nada tinggi aja semua."
Joshua mengangguk-angguk sambil membulatkan mulutnya.
"Harap maklum, otak sudah tidak seprima waktu muda dulu. Hehehe," presiden tertawa lagi. "Ya, udah. Terima kasih banyak ya, Jo. Naskah kamu nendang banget tadi."
"Sama-sama, Pak."
"Baik, saya tinggal dulu, ya. Mau ada dinner sama para dubes sebentar lagi."
"Baik, Pak. Semoga acaranya lancar jaya," balas Joshua. Mereka bersalaman dan presiden bersama ajudan meninggalkan ruangan.