Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | COVID-X dan Planet Biru

19 Maret 2020   20:28 Diperbarui: 19 Maret 2020   20:41 719
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi gambar dari spacetelescope.org

Pesawat ruang angkasa RI-110 yang sedang mengorbit bumi melayang senyap di sektor 12. Enam jam yang lalu radar nomor 7 mengalami masalah. Sepertinya masalahnya berat, karena Rara sang kepala teknisi pesawat yang turun tangan langsung memperbaikinya. Wanita muda Jawa-Manado ini memang satu-satunya wanita dari 14 awak yang menangani masalah engineering pesawat. Tapi justru karena kepiawaiannya-lah dia bisa terpilih memimpin 13 teknisi lelaki lainnya.

Setelah bekerja hampir dua jam, Rara akhirnya bisa membereskan masalah. Saat ini dia sedang beristirahat bersama Rudi teknisi lainnya, di dalam pesawat modul layanan, pesawat berukuran lebih kecil yang biasa digunakan untuk bekerja memperbaiki bagian luar pesawat. Masih nampak sisa-sisa kelelahan pada wajahnya.

Tapi mereka harus segera kembali ke dalam pesawat induk, karena tidak lama lagi pesawat induk akan terbang berpindah sektor.

"Berangkat sekarang, Bos?" tanya Rudi sudah berada di belakang kemudi modul.

"Tunggu sebentar, Rudi. Planet kita cantik sekali dari sudut ini."

Rara memandang bumi dengan mata bercahaya dari balik jendela modul. Planet biru itu memang benar-benar "biru" saat ini. Rara mengingat-ingat, jarang sekali rasanya dia melihat bumi nampak sejernih itu dari luar angkasa.

"Kamu punya akses ke citra satelit, Rud?" tanya Rara.

"Ya, tentu saja," sahut Rudi lalu lalu mengetuk beberapa tombol di dashboard-nya, lalu muncullah beberapa gambar dalam layar di hadapannya.

"Bagaimana hasilnya?"

"Luar biasa, Bos. Kadar karbonmonoksida level hijau, suhu permukaan lebih dingin 0,5 derajat celcius, air laut juga lebih jernih dari biasanya."

 "Bumi benar-benar sedang memulihkan diri...," sambung Rara.

"Ya, sudah dua minggu setengah dari kota-kota besar di seluruh dunia lockdown, kan? Tidak heran polusi menurun drastis. Virus COVID-X ini benar-benar jadi masalah besar di sana."

Rudi menyebut virus yang sebulan lalu namanya diumumkan secara resmi oleh WHO. Beberapa hari setelah itu, petinggi WHO juga mengumumkan virus COVID-X ini sebagai pandemi. Tingkat penularan dan rasio kematian dari COVID-X kabarnya jauh lebih tinggi dari COVID-19 yang pernah menjadi pandemi 21 tahun lalu.

Rara tertegun, lalu berucap lambat-lambat,

"Sekarang terlihat, bukan? Eksistensi kita tidak ada apa-apanya di hadapan alam. Virus meluas, kota-kota besar lockdown, ekonomi stuck, peradaban berhenti sejenak. Tapi apa yang terjadi? Bumi kita jadi lebih bersih dan sehat. Kita cenderung menyalahkan virus sebagai biang keladi segala kekacauan di bawah sana, tapi kamu tahu? Sebenarnya kita-lah virus untuk bumi kita sendiri."

Rudi terdiam, membenarkan perkataan Rara barusan.

"Eh, kamu kok malah bengong, Rud? Ayuk berangkat sekarang. Aku sudah laper nih..."

Modul yang mereka kendarai pun terbang perlahan mengitari haluan kapal induk. Jauh di sana, bumi yang biru berseri jadi foreground indah di antara kekelaman ruang angkasa.

---

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun