"Bukankah mestinya anda sekarang sedang berada di salah satu kamar perawatan, sedang-"
"...sedang berada dalam sakratul maut dan menunggu malaikat maut menjemput, begitu maksud anda?"
Shang-El sekali lagi terkejut. Tapi dia tetap mengangguk.
"Benar," sahut Rose lagi. "Tapi aku khawatir anda salah mengambil dokumen, Tuan Edward. Peristiwa itu sudah terjadi lama sekali, hampir 90 tahun yang lalu. Aku masih tinggal di sini sampai hari ini karena menyukai suasana rumah sakit ini."
Shang-El kaget setengah mati. Dia baru menyadari Rose ternyata bukan manusia biasa. Rose begitu dingin, tidak terasa hangatnya aliran darah dari jantung yang berdenyut, seperti halnya manusia pada umumnya. Tetapi dia berusaha tetap cool, malah kini mencoba merayu Rose.
"Ah, aku justru senang, karena kesalahan ini bisa mempertemukan kita, Nona Rose. Seandainya aku bisa berubah rupa menjadi hantu seperti anda, aku bersedia menemani anda selama apa pun anda di tempat ini."
Rose tersenyum kecil. "Tapi sepertinya ada yang tidak senang, Tuan," ucapnya. Lalu memberi isyarat kepada Shang-El dengan anggukan kepala.
Shang-El berbalik dan mendapati lelaki lain berdiri di belakangnya, lelaki penjelmaan malaikat maut lainnya. Lelaki itu juga bertuxedo tetapi dari tatapan mata sipitnya, terlihat dia sedang menahan amarah.
"Eh, Supervisor Garogom ... maaf saya tidak menyadari anda sudah ada di situ," kata Shang-El tersipu-sipu.
"Kecurigaan pimpinan tertinggi terbukti," ucap malaikat maut bernama Garogom itu dengan nada berat. "... kamu tidak becus dalam bekerja, Shang-El. Makanya pimpinan tertinggi mengirim aku untuk membuntutimu."
"Maafkan saya, Supervisor Garogom. Saya ..." Shang-El tidak bisa melanjutkan ucapannya lagi, karena Garogom senyonyong-konyong mengangkat tangannya lalu muncul asap putih tebal mengelilingi Shang-El. Begitu asap putih menipis, tidak ada lagi Shang-El di situ melainkan seekor burung gagak. Burung gagak jelmaan Shang-El itu pun bersuara layaknya manusia biasa.