Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Partai Allah Mestinya Ciptakan Surga

11 Februari 2020   21:38 Diperbarui: 11 Februari 2020   21:52 416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya teringat satu cerita yang pernah dikisahkan kakak pembina sekolah minggu dulu, saat saya masih duduk di bangku SD kelas 3 atau kelas 4, seingat saya.

Kakak pembina mencoba memberi gambaran tentang surga dan neraka dari "perspektif" lain (yang mungkin lebih cocok untuk anak-anak seusia saya saat itu)

Ceritanya seperti ini.

Seorang anak sangat beruntung karena salah satu malaikat Tuhan berkenan mengantarnya melihat secara langsung bagaimana sebenarnya rupa surga dan neraka itu. Selama ini kan, gambaran tentang surga dan neraka hanya didapatnya dari cerita orang lain.

Si malaikat bertanya kepada anak ini hendak ke surga dulu atau ke neraka dulu, karena kedua tempat terpisah jauh.

"Neraka dulu," sahut anak itu setelah menimbang-nimbang beberapa saat.

Malaikat pun mengantar anak itu ke dimensi lain, tempat neraka berada. Anak itu terkejut, karena neraka tidak seperti yang dibayangkan selama ini.

Neraka itu ternyata adalah sebuah gedung yang megah tempat sebuah perjamuan besar akan dilaksanakan. Para tamu terlihat baik-baik saja, malah ada yang sedang berdansa, ada yang sedang menikmati wine, mendengarkan live piano dan lain-lain. Semuanya terlihat gagah dan cantik dengan setelan pesta masing-masing.

Setelah berkeliling beberapa lama, genta raksasa berbunyi. Suara petugas protokoler terdengar untuk meminta para tamu segera masuk ke ruangan perjamuan karena sebentar lagi makan bersama akan dilangsungkan.

Para tamu pun bergerak berpindah ruangan. Beberapa saat kemudian, ruangan perjamuan yang besar dan luas sudah penuh. Para tamu duduk mengelilingi meja makan raksasa. Di atas meja telah terhidang aneka makanan dan minuman yang lezat.

Sayangnya sebelum makan, petugas protokoler mengumumkan satu aturan yang harus dipatuhi oleh semua tamu: saat makan dan minum, siku para tamu tidak boleh ditekuk. Jadi mereka harus makan dan minum dalam keadaan tangan lurus.

Setelah pengumuman itu, mereka pun dipersilakan untuk menyantap makanan dan minuman di depan mereka. Tentu saja, karena tidak boleh menekuk tangan atau siku, mereka mengalami kesulitan untuk memasukkan makanan dan minuman ke dalam mulut.

Beberapa orang pun mencoba mengakali keadaan itu. Setelah menyendok nasi dan lauk ke piring, ada yang memakan langsung makanan dari piring seperti cara menghabiskan makanannya. Ada juga yang mencoba melempar potongan lauk ke mulutnya seperti orang yang melempar biji kacang. Tapi makanan jadi berceceran dan tumpah di sana-sini.

Ada yang karena tidak sabar langsung menjulurkan lidahnya ke mangkuk sup, tapi langsung dimarahi oleh tamu yang lain.

Begitu pun dengan minuman. Karena siku tidak boleh ditekuk, ada yang mengangkat tinggi-tinggi gelasnya untuk menuang isinya langsung ke dalam mulut.

Air dari gelas memang tumpah mengarah ke mulut tamu tersebut, tapi lebih banyak yang jatuh ke arah lain dan membahasi baju tamu di samping kiri dan kananya. Tetangga pun marah besar dan balas menyiram dengan minuman miliknya. Kekacauan pun terjadi.

Kekacauan kecil-kecilan akhirnya membesar dan acara perjamuan itu tidak berlangsung sebagaimana mestinya lagi. Sejumlah tamu karena jengkel pun naik ke meja makan dan seperti anjing, mulai memakan apa saja yang bisa dijangkau mulutnya. Kursi-kursi, sendok dan garpu terbang di sana-sini. Suasana benci dan amarah begitu terasa di ruangan perjamuan itu.

Malaikat Tuhan pun buru-buru menarik si anak yang nampak kebingungan melihat pemandangan tersebut.

"Ayo kita pindah, Nak. Mereka bisa terlibat kekacauan itu berjam-jam bahkan berhari-hari."

Mereka pun berpindah tempat dan beberapa waktu kemudian sudah berada di surga.

Ternyata gedung bangunan surga hampir serupa dengan neraka. Bangunannya megah dan di dalam gedung banyak tamu yang menunggu perjamuan besar diselenggarakan. Para tamu nampak akrab satu sama lain. Ada yang sedang berdansa, ada yang menikmati wine, menikmati alunan live piano, persis seperti di neraka.

Rasa penasaran si anak mulai terjawab begitu genta raksasa berbunyi dan petugas protokoler acara mengundang semua tamu masuk ke ruangan tempat perjamuan diadakan.

Ruangan perjamuan yang besar pun dipenuhi oleh tamu. Sama seperti di neraka, para tamu juga duduk mengelilingi meja makan raksasa, di mana di atas meja telah terhidang aneka makanan dan minuman yang lezat. Sebelum makan, aturan yang sama diumumkan dan harus dipatuhi oleh semua tamu, yaitu saat makan dan minum, siku para tamu tidak boleh ditekuk. Jadi mereka harus makan dalam keadaan tangan lurus, persis seperti di neraka.

Setelah protokoler mempersilakan para tamu makan dan minum, awalnya para tamu juga kesulitan untuk memasukkan makanan dan minuman ke mulut masing-masing. Tapi mereka mendapat ide cemerlang. Setelah memindahkan makanan dari tengah meja ke piring masing-masing, mereka pun menyendokkan makanan tersebut ke mulut tamu yang berada di samping kiri atau kanannya. 

Dengan cara demikian mereka tetap bisa menikmati makanan dengan tertib dan tenang. Begitu pula cara mereka menikmati minuman. Gelas-gelas minuman diarahkan ke mulut tamu di samping kiri atau kanannya. Semua nampak bahagia dan penuh kasih, sampai acara perjamuan tuntas dilaksanakan.

Anak yang diantar malaikat itu pun memetik pelajaran berharga dari pengalaman tersebut

Surga sesungguhnya bukan sebuah tempat yang jauh di negeri antah berantah sana. Saat kita semua saling melayani dalam suasana kasih, sebenarnya kita sedang menciptakan surga di dunia kita. Tetapi sebaliknya, saat ada kebencian, amarah dan perseteruan, di situlah neraka hadir.

Nah, rekaman kisah di atas spontan muncul saat membuka media sosial, dan berita tentang kekacauan kongres PAN di Kendari hari ini (11/2) berseliweran di linimasa. Yang bikin miris sejumlah peserta kongres meluapkan amarah atau ketidakpuasannya dengan saling melempar kursi.

Saya tidak ingin mengulas lebih lanjut tentang asal-muasal peristiwa tersebut, hanya ingin menguliknya dari sudut pandang yang lain.

Sangat disayangkan peristiwa tersebut bisa terjadi. Semarah apapun kita, mestinya peristiwa lempar melempar kursi itu tidak perlu terjadi, sangat tidak etis. Apalagi forum ini adalah forum berskala nasional dalam suasana yang sangat formal.

Saya jadi teringat kembali dengan salah satu statement Amien Rais tentang partai setan versus partai Allah. Terminologi partai Allah ditujukan Amien Rais untuk PAN dan beberapa partai yang menjadi kongsinya saat itu.

Mestinya pernyataan tersebut menjadi beban moral bagi para politisi dan elite PAN agar selalu menunjukkan sikap terbaiknya di depan masyarakat.

Partai Allah kok gitu, sih? Menyelesaikan masalah dengan cara impulsif, sampai saling melempar kursi. Akibatnya, diberitakan sejumlah peserta kongres mengalami cedera. Risiko yang lebih besar bukan tidak mungkin bisa terjadi. Bayangkan jika bagian kursi yang keras membentur bagian yang vital dari kepala peserta kongres, nyawa bisa jadi taruhannya.

Peristiwa ini mudah-mudahan bisa jadi pelajaran berharga bagi elit politik yang lain. Semua masalah baik internal maupun eksternal harap diselesaikan dengan kepala dingin dan penuh rasa persaudaraan. Jangan memperlihatkan contoh-contoh negatif kepada masyarakat, para konstituen anda. Kecuali sudah tidak malu lagi sama anak PAUD yang bisa jauh lebih tertib (PG)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun