Profesor Arya yang berumur nyaris 70 tahun berhasil menemukan sebuah mesin yang dapat membuat seseorang mampu hidup di dalam gelembung sabun. Tentu saja mesin ajaib ini terlebih dahulu memampatkan ukuran tubuh seseorang atau benda-benda lainnya hingga beberapa kali lebih kecil dari sebuah gelembung sabun, lalu menyuntikkannya ke dalam gelembung sabun tersebut.
Sebagai fungsi tambahan, mesin ini juga dapat melapisi gelembung sabun tersebut dengan sejenis selaput yang kuat sehingga gelembung sabun tersebut tidak mudah pecah jika menyentuh benda-benda dengan permukaan tajam.
Sudah seminggu ini Profesor Arya menguji mesinnya. Mula-mula pada seekor tikus lab, kemudian pada kelinci percobaan dan beberapa hari lalu pada tubuh manusia.Â
Sukarelawan ini ditemukan sedang mengemis di bawah salah satu jalan layang. Bukan sukarelawan murni sebenarnya, karena setelah eksperimen berhasil dan ukuran tubuhnya dikembalikan seperti semula, Profesor Arya memberi beberapa lembar uang ratusan ribu pada pengemis tersebut.
Sepanjang minggu proses ujicoba berjalan mulus dan Profesor Arya amat senang karenanya.
Rencananya hari ini dia akan mengujicoba mesin itu pada dirinya sendiri dan Tobi, asistennya.
Mereka berdua berdiri di sisi mesin yang menyerupai gentong air raksasa tersebut. Dari dinding mesin, perlahan keluar dua potongan besi yang mirip moncong senapan. Moncong yang satu mengarah ke Profesor Arya dan Tobi, sedangkan moncong yang satu lagi mengarah ke sisi mesin yang berlawanan.
"Ayo lakukan tugasmu, Tobi," ucap profesor dengan penuh semangat.
"Baik, Prof."
Tobi lalu berlari ke sisi mesin yang satu lagi. Di atas meja tepat di depan moncong besi, ada mangkuk berisi cairan sabun dan sedotan besar. Tobi mengaduk isi mangkuk menggunakan sedotan lalu meniup ujung sedotan itu untuk membuat banyak gelembung sabun.
"Baik, Tobi. Ayo segera kemari!"
Tobi pun kembali ke tempatnya semula, berdiri di sisi profesor. Profesor Arya lalu memencet beberapa tombol di dinding mesin.
Zzaapp!
Tiba-tiba sinar menyilaukan keluar dari kedua moncong di sisi mesin. Setelah cahaya tersebut hilang, profesor dan Tobi pun tidak nampak di tempatnya. Mereka kini telah berada dalam salah satu gelembung sabun di ujung moncong yang lain.
"Kita berhasil, Prof!" Tobi berseru kegirangan.
Mereka kini berdiri dalam gelembung sabun yang sedang melayang turun perlahan.
"Benar, Tobi," Profesor Arya juga terlihat senang.
Gelembung sabun yang mereka tumpangi melayang perlahan lalu hinggap dengan enteng di atas meja. Dua manusia mungil dalam gelembung sabun terlihat menyesuaikan posisi mereka. Profesor mengeluarkan sejenis gawai dari sakunya
"Hmm ... tingkat oksigen cukup banyak. Dengan oksigen seperti ini, kita bisa bertahan hidup di dalam gelembung selama delapan hari, Tobi."
"Tapi, Prof...," Tobi sejenak terdiam. "Kalau anda juga di dalam sini, siapa yang akan menyalakan kembali mesin itu untuk mengembalikan kita seperti semula?"
Profesor terkekeh. "Tenang saja, Tobi. Aku sudah mengeset timer pada mesin. Dia akan kembali bekerja dalam beberapa detik lagi. Tunggu saja. Nah, hitung mundur sekarang. 5, 4, 3, 2, 1..."
Mesin kembali berbunyi dan mengeluarkan cahaya silau dari kedua moncongnya . Dan begitu cahaya menghilang, terlihat profesor dan Tobi kembali ke ukuran dan tempat semula, di sisi mesin. Mereka sudah tidak ada lagi di dalam gelembung.
"Luar biasa, Prof," Tobi menyalami profesor untuk memberi apresiasi. Dia tahu sudah bertahun-tahun Profesor Arya menghabiskan hampir seluruh waktunya untuk menyempurnakan mesin itu.
"Ah, percobaan yang mendebarkan ini membuat perutku keroncongan, Tobi. Gado-gado untuk makan siang, bagaimana?"
"Ide bagus, Prof."
Tak lama kemudian, mereka berdua sudah berada di ruang makan yang terletak di belakang bangunan laboratorium Profesor Arya. Sambil mengobrol santai mereka mulai melahap dua porsi gado-gado bersama dua gelas es teh yang dipesan melalui aplikasi taksi daring.
"Prof, kalau boleh tahu, untuk apa sebenarnya anda mencurahkan begitu banyak waktu, tenaga dan pemikiran untuk menciptakan mesin ini?" tanya Tobi.
Profesor tertegun sejenak. "Kamu sungguh-sungguh ingin tahu jawabannya?"
Tobi mengangguk.
Profesor Arya lalu mengambil remote control dan menyalakan televisi berukuran besar di ruangan itu. Tepat pada saat itu wajah jelita seorang news anchor muncul dan membacakan berita yang diberi label headline.
"... Pemirsa, tiga belas titik api di sebagian pulau Kalimantan kembali terdeteksi oleh satelit pemindai panas. Diperkirakan ..."
Tobi tidak menyimak lanjutan ucapan news anchor tersebut karena Profesor Arya menyambung jawabannya.
"Dalam beberapa hari ke depan, udara kota kita akan kembali dipenuhi asap, Tobi. Lalu seperti ritual tahunan, orang-orang akan mengungsi ke luar pulau. Nah, mesin ini akan membuat kita bisa tetap beraktivitas seperti biasa tanpa terganggu. Bekerja, tidur dengan nyenyak, membaca, menonton TV. Semua bisa dilakukan di dalam gelembung sabun."
Tobi mengangguk-angguk paham. Untuk pertama kalinya dia mengetahui persis tujuan pembuatan mesin ajaib itu. Awalnya dia mengira itu hanya ide nyentrik sang profesor. Ternyata ada tujuan mulia di balik ide nyentrik tersebut. Saking seriusnya merenung, Tobi tidak terlalu memperhatikan kunyahan makanannya.
"Eh, tidak perlu jadi baper begitu, Tobi," ucap Profesor Arya setelah melihat air mata Tobi meleleh di pipinya.
"Bukan, Prof. Tidak sengaja saya menggigit biji cabe. Pedas sekali," ucapnya lalu buru-buru menumpahkan seluruh isi gelas es teh ke dalam kerongkongannya.Â
---Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H