Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pembunuh Bayaran

12 Juni 2019   20:40 Diperbarui: 12 Juni 2019   20:46 378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi gambar dari https://www.sootoday.com 

Di atas jalanan aspal yang basah karena baru diguyur hujan, Brandal mengendarai motor trail-nya seperti orang kesetanan. Untunglah jalanan di pelosok barat metropolitan itu sedang sepi sehingga lelaki berbadan besar dengan rambut gondrong awut-awutan yang menyeruak dari balik helm itu bisa leluasa mengebut. Dia sedang mengejar orderan. Mr. X, si pemberi proyek, memintanya untuk hadir tepat waktu di salah kantor anak perusahaanya. Dan sekarang 10 menit lagi dari waktu yang dijanjikan. Kata teman-temannya, Mr. X tidak suka menunggu.

Brandal adalah seorang pembunuh bayaran. Dia bersedia membantu orang-orang menghilangkan nyawa orang lain dengan bayaran yang sepadan. Sebagai mantan tentara dia punya banyak keterampilan termasuk membunuh dengan berbagai teknik, mulai dari tangan kosong, senjata tajam sampai senjata api. Hebatnya lagi, dia sudah sangat ahli menghilangkan jejak dan barang bukti sehingga pekerjaan itu sudah dilakoni belasan tahun tanpa pernah ketahuan penegak hukum.

Ban motor berdecit-decit menahan laju motor saat Brandal menginjak pedal rem kuat-kuat. Dia sudah berada di depan gedung kantor yang dituju. Lantai 9, batinnya, sambil melihat aplikasi map di gawainya untuk memastikan sekali lagi dia tidak salah lokasi. Masih tiga menit dari waktu yang dijanjikan. Brandal pun berjalan cepat menuju ke dalam gedung.

"Kamu nyaris terlambat," sapa Mr. X begitu Brandal masuk ke ruang kerjanya. Sebagian besar lampu ruangan dimatikan. Hanya lampu meja kecil yang bernyala di belakang Mr. X, membuatnya jadi siluet pria berjas. "Mohon maaf aku tak bisa menunjukkan wajah kepadamu..., oh ya, bagaimana aku memanggilmu?"

"Aku punya banyak nama, Tuan."

"Tapi aku lebih nyaman memanggilmu Brandal. Lebih jantan dan ... kejam."

Brandal mengangguk.

Mr. X lalu mempersilakan Brandal duduk. Brandal pun menjatuhkan pantatnya perlahan-lahan di atas sofa tamu. Setelah duduk, dia menyadari ada bergepok-gepok uang di atas meja tamu. Itu jelas uang, hanya nominalnya belum bisa dipastikan karena penerangan di ruangan sangat minim.

"Itu 60 juta tunai, Brandal. Dan itu sasaranmu," kata Mr.X. Tangannya memijit remote control untuk  menyalakan TV di sudut ruangan yang lain. Acara berita sedang tayang. Puluhan wartawan mengelilingi dan mewawancarai seorang tokoh. Dari mata yang tajam dan raut wajahnya yang keras, nampak kalau tokoh itu bukan orang sembarangan.

Brandal terkejut.

"Menteri Pertahanan? Serius, Tuan?"

"Aku tidak pernah main-main."

Brandal mengalihkan pandangannya. "Uang sebesar itu biasa untuk target biasa-biasa saja, Tuan. Sosialita yang ingin mengakhiri nyawa selingkuhannya, kompetitor bisnis, semacam itu."

"Kita sedang bernegosiasi, bukan? Berapa penawaranmu?"

"Ini target mahal, Tuan. Aku harus berbagi bayaran dengan beberapa orang lain lagi untuk melancarkan misi. Tak boleh ada kesalahan sekecil apapun. Aku tidak mau turun dari 150 juta, Tuan."

Mr. X terdiam sejenak.

"Kami akan menjalankan skenario khusus untuk membuat chaos di ibukota. Setelah kekacauan terjadi, dia pasti akan sering tampil ke depan umum, kamu akan punya banyak kesempatan, Brandal. 100 juta? Bagaimana?"

Brandal menggeleng.

"Aku naikkan dua puluh juta. Kalau kamu tidak mau 120 juta, aku akan mencari pembunuh ba-"

"Deal, Tuan!"

Mr. X mengangguk. 

Brandal berdiri. "Artinya uang di atas meja masih kurang, Tuan."

Mr. X terlihat merapikan beberapa dokumen dari atas meja lalu mengancing jasnya. "Itu uang muka pekerjaan kamu. 60 juta lagi setelah pekerjaan kamu tuntas. Aku harus pergi sekarang. Good luck!"

Brandal mendengus kesal, tapi dia tidak punya pilihan lain lagi.

***

Tak sampai seminggu kemudian, wajah Brandal menghias layar kaca. Dia terendus oleh aparat kepolisian, saat aparat menyisir potongan-potongan informasi dari para tersangka perusuh yang terlibat dalam kekacauan di ibukota.

Di ruang kerjanya, Mr. X nampak gelisah. Sesekali dia memaki Brandal yang dianggapnya teledor. Sudah dua gelas besar air putih dihabiskannya untuk menenangkan diri, tapi tidak berhasil. Bodyguard pribadi yang memahami kekhawatiran bosnya mencoba menenangkan. "Dia belum pernah melihat wajah anda, Tuan. Juga tidak pernah menelepon atau berkirim pesan secara langsung dengan anda," ucapnya.

"Polisi sekarang pandai-pandai, Roy. Kita tidak bisa menebak ke mana arah penyelidikan mereka," sahut Mr. X.

"Bagaimana kalau untuk sementara menghilang ke luar negeri?"

Mr. X mengangguk-angguk setuju. "Betul. Aku punya kawan di Bangkok yang mungkin bisa membantu."

Dia lalu membuka daftar contact di gawainya dan berhenti pada satu nama,

dr. Ivan - Plastic Surgery

---

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun