Brandal berdiri. "Artinya uang di atas meja masih kurang, Tuan."
Mr. X terlihat merapikan beberapa dokumen dari atas meja lalu mengancing jasnya. "Itu uang muka pekerjaan kamu. 60 juta lagi setelah pekerjaan kamu tuntas. Aku harus pergi sekarang. Good luck!"
Brandal mendengus kesal, tapi dia tidak punya pilihan lain lagi.
***
Tak sampai seminggu kemudian, wajah Brandal menghias layar kaca. Dia terendus oleh aparat kepolisian, saat aparat menyisir potongan-potongan informasi dari para tersangka perusuh yang terlibat dalam kekacauan di ibukota.
Di ruang kerjanya, Mr. X nampak gelisah. Sesekali dia memaki Brandal yang dianggapnya teledor. Sudah dua gelas besar air putih dihabiskannya untuk menenangkan diri, tapi tidak berhasil. Bodyguard pribadi yang memahami kekhawatiran bosnya mencoba menenangkan. "Dia belum pernah melihat wajah anda, Tuan. Juga tidak pernah menelepon atau berkirim pesan secara langsung dengan anda," ucapnya.
"Polisi sekarang pandai-pandai, Roy. Kita tidak bisa menebak ke mana arah penyelidikan mereka," sahut Mr. X.
"Bagaimana kalau untuk sementara menghilang ke luar negeri?"
Mr. X mengangguk-angguk setuju. "Betul. Aku punya kawan di Bangkok yang mungkin bisa membantu."
Dia lalu membuka daftar contact di gawainya dan berhenti pada satu nama,
dr. Ivan - Plastic Surgery