Karena penasaran, malam harinya Ervina sengaja tidur lebih lambat dari biasanya. Dari balik kaca jendela kamar, dia bisa melihat bulan purnama sedang bersinar terang di luar sana. Dia memadamkan lampu kamar dan menyisakan cahaya dari lampu belajar di atas meja. Dia duduk di atas tempat tidur sembari memainkan HP dan terus berharap hantu rmata satu itu muncul dan menyapa seperti halnya sapaan dari teman lama.
Tapi sampai kantuknya benar-benar tak tertahankan lagi, yang ditunggu belum muncul-muncul juga. Ervina pun merebahkan tubuh dan menarik selimut untuk bersiap-siap tidur. Saat itulah dia menjerit kaget, karena hantu mata satu ternyata telah ikut berbaring di sisi tempat tidur.
Ervina melompat ke sisi tempat tidur lain lalu cepat-cepat berdiri lagi dan mengedarkan pandangannya ke arah tempat tidur. Kosong.
"Bukankah kamu telah menungguku?"
Suara lirih menyeramkan yang muncul tiba-tiba itu kembali mengejutkannya. Sosok hantu bermata satu telah berdiri di depan pintu kamar mandi. Sorot mata tunggalnya semakin dalam dan dingin.
"Mau apa kamu?" seru Ervina.
"Aku yang seharusnya bertanya seperti itu! Kamu yang selalu memanggilku dalam mimpimu..."
Ervina mengernyitkan kening. "Tidak pernah! Kamu muncul begitu saja..."
Hantu mata satu tertawa.
"Kamu selalu ingin melihat kembali masa lalu, melihat kebersamaan dengan ayahmu yang wajahnya hanya samar-samar saja dalam ingatanmu. Penglihatan ke masa lalu... itu keahlianku, Ervina."
Ervina terenyak. Hantu mata satu benar. Selama ini memori masa lalu itu yang terus berputar-putar di kepalanya.