"Iya, pak," sahutku.
"Maaf, pak. Bapak sudah melakukan pelanggaran. Tidak boleh parkir di sepanjang jalan ini. Jadi mobilnya harus kami derek."
Aku pun pasang wajah memelas, "Pak, jangan dong, pak. Saya kan nggak tahu. Kita damai saja pak, ya."
Bapak petugas menggeleng dengan tegas. "Minta maaf, pak. Kami harus menjalankan tugas kami," sahutnya.
"Pak, jangan pak. Saya... saya harus segera sampai ke kantor, ada meeting sama klien galak. Tapi ini klien besar, pak. Kalau sampai terlambat dan meeting berantakan, masa depan karir saya bisa tamat. Pak, please pak, ya."
Tapi bapak petugas bergeming. Rekannya di belakang pun sedang menulis sesuatu pada buku ekspedisinya. Merasa jurus pertama tidak manjur, aku langsung mengubah ekspresi.
"Pak!" aku mengeraskan dan menegaskan intonasi. Bapak petugas dihadapanku sedikit terkejut.
"Kalau nggak mau damai, saya lapor sama om saya loh, pimpinan bapak!"
Bapak petugas terkejut lagi, "Maksud bapak?" tanyanya. Kawannya di belakang juga menghentikan aktivitasnya sejenak.
"Saya keponakannya Pak Haji Bayu Surono, pak!"
Untung tadi sempat googling kilat untuk mencari siapa nama Kadishub kota madya, dan menemukan nama itu pada salah satu artikel. Dan sepertinya jurus kedua ini berhasil. Bapak petugas di depanku langsung mundur beberapa langkah dan berbisik-bisik dengan petugas yang lain. Entah apa yang mereka perbincangkan, kawan bapak itu menggeleng lalu mengangguk-angguk.