Enam jam kemudian, malam telah merajai langit. Mereka kembali berkumpul di tempat yang mereka namakan pos hijau. Ternyata tempat itu adalah sebuah pondok kayu dengan luas tak lebih dari sembilan meter persegi di tengah-tengah hutan buatan di sebelah barat kampus. Gelap gulita menyelimuti tempat itu. Satu-satunya penerangan berasal dari cahaya api unggun yang mereka buat di depan pondok. Orang-orang muda itu duduk mengitari api unggun dan bernyanyi lepas diiringi petikan gitar di tangan Sandy. Asap api unggun menyengat penciuman, tetapi mereka tetap bernyanyi gembira.
Rupanya mereka belum lengkap benar. Dari kejauhan terlihat Boby berlari mendekat terengah-engah menyeret tubuh tambunnya. Setelah sampai di depan api unggun, Boby duduk disamping Mayang sembari menetralkan irama napasnya. Yang lain tersenyum geli melihat tingkah adik angkatan mereka itu.
"Darimana saja kamu?" tanya Jose.
"Maaf, Kak. Jalanan tadi macet banget."
"Iyalah. Orang-orang kan merayakan hari kasih sayang," sambung Phil.
Sandy berdiri, meletakkan gitarnya dan mendekati Boby.
"Nah, mana kondom kamu?"
Boby terkejut.
"Kondom?"
"Iya!"
"Kamu sudah mengisi kondom itu dengan tumbal kebencian, bukan?" sambung Andin.