Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Puerto dan Pos 12

30 Oktober 2017   16:44 Diperbarui: 30 Oktober 2017   16:49 440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mereka mengambil tangan kiriku dari dalam parit coklat kehitaman. Lalu kepalaku mereka temukan di antara belukar, di atas beberapa selongsong peluru. Kelopak matanya kosong menyisakan darah kering. Kaki kananku sudah lebih dulu diamankan di atas jeep, setelah mereka bersusah payah menariknya dari anak sungai sedalam hampir 10 meter.

Setelah menyusun jasadku yang tercerai berai mereka memberi nama baru kepadaku. Aku tidak suka nama itu.

"Dia harus diberi nama," demikian tutur Sang Kapten, pemimpin tim yang telah bekerja tanpa pamrih ini.

Deru kendaraan mereka seketika memenuhi hutan yang nyaris tertutup selimut malam.

"Kita menginap di pos 12," kata Sang Kapten lagi memberi instruksi kepada sopir mobil pertama.

Tentu saja ucapan itu membuatku terkejut setengah mati. Ah, aku memang sudah mati sejatinya.

Tidak!

Jangan di tempat itu!

Tapi apa daya, aku kini hanya bisa menyaksikan iring-iringan kendaraan mereka menjauh. Aku belum bisa kemana-mana, karena salah satu organku masih tertinggal di tempat ini, di dalam salah satu sumur kering yang luput dari pencarian mereka.

Aku pun memungut jantungku yang anehnya... belum berhenti berdenyut. Mungkin inilah yang membuat aku masih bisa bertahan dan merasakan seperti yang kalian rasakan.

Aku harus segera menyusul mereka ke Pos 12. Para penjaga pos adalah jejadian. Mereka manusia serigala yang telah menceraiberaikan tubuhku ke seluruh penjuru hutan. Kulit mereka tak ditembus peluru dan pisau, tapi taring dan cakarnya lebih tajam dari samurai.

Di atas pepohonan, purnama telah paripurna. Ini malam saat energi hitam mereka mencapai puncaknya.

Aku menggenggam jantungnya erat, dan membiarkan irama denyutannya menjalari tanah, akar pepohonan dan udara malam sedingin es.

Kapten! Belokkan kendaraannya sekarang! Pos 12 adalah neraka malam ini!

"Kapten! Maaf, tapi sepertinya jenazah Puerto tadi bergerak dan bersuara," ucap salah satu prajurit dengan wajah ketakutan di belakang kursi Sang Kapten.

"Kamu ini ada-ada saja..."

...dan namaku bukan Puerto, Kapten!"

Kapten terkejut, dan sopir mobil menginjak pedal rem kuat-kuat.

---

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun