Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Kawin Lari

7 Juli 2017   22:10 Diperbarui: 8 Juli 2017   04:20 721
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Putri Manikam mencuci rambut panjangnya di bawah semarak bulan purnama. Sebagian tubuhnya masih tenggelam di bawah air. Dia dan putri-putri keraton lainnya setiap malam purnama penuh seperti saat ini memang selalu membersihkan diri di Pemandian Dewi yang terkungkung di sebelah selatan keraton.

Dia belum lama sampai di pemandian itu, sementara saudari-saudari tirinya yang lain sudah bersalin pakaian dan bersiap-siap untuk pergi.

"Putri Manikam, jangan lama-lama, ya. Malam ini Rama mengundang kita semua makan bersama," seru salah satu saudarinya.

"Baik, kakak putri Nila," sahutnya.

Tak lama kemudian, tempat itu benar-benar sepi senyap. Putri Manikam terlihat gelisah.

Sekonyong-konyong seekor burung gagak meluncur deras dari langit dan hinggap di tepi kolam.

Putri tidak terkejut justru menyapa gagak itu, "Mengapa begitu lama, Kanda Prayoga?" sergahnya.

Tiba-tiba di sekitar tubuh burung gagak muncul asap putih tebal. Saat asap menipis, rupa gagak hilang digantikan oleh seorang pemuda gagah bertubuh tegap. Pemuda berilmu tinggi itu yang tadi dipanggil Prayoga oleh putri Manikam.

"Saudari-saudarimu... mereka lama sekali," sahut Prayoga. "Tapi aku lihat di depan sudah aman, hanya saja kita tidak boleh berlama-lama di sini, Dinda."

Putri Manikam beringsut dari dalam dalam air. Sarung mandinya dilonggarkan, lalu tanpa malu-malu lagi dia berganti pakaian di depan kekasihnya. Pakaian mandi sekarang telah berganti dengan kain dan sarung yang biasa digunakan rakyat kebanyakan, bukan pakaian yang biasa dikenakan seorang putri.

"Kamu sudah siap?" tanya Prayoga lagi. Manikam mengangguk mantap.

"Pakaian dan barang-barang sudah ada di rumah salah satu penduduk desa. Sekarang ayo pergi dari sini, Kanda. Kita lewat jalan rahasia yang menuju ke utara keraton. Hanya saja..."

"Hanya saja kenapa, Dinda?"

"Tadi aku lihat, pintu jalan rahasia sedang dijaga dua prajurit."

Prayoga tetap terlihat tenang. "Aku tahu mantra penidur... "

Manikam mengangguk lagi. "Kalau begitu, ayo, Kanda. Aku tahu jalan paling aman menuju ke sana."

Dua pasang kaki pun bergerak perlahan menyusuri taman yang menghubungkan kolam dan pintu keluar pemandian. Terlihat sinar ketakutan di mata keduanya, tetapi sekaligus juga bersinar keberanian yang dibakar oleh api cinta. Mereka tahu tengah menantang maut saat ini, tapi mereka yakin cinta yang bahkan tidak akan bisa dipatahkan titah dewata akan membimbing mereka.

Selanjutnya, saat kedua prajurit penjaga berhasil dilumpuhkan, purnama pun jadi saksi awal perjalanan baru mereka.

---

tamat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun