Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Tumbal Perang (2)

23 Mei 2017   16:36 Diperbarui: 23 Mei 2017   16:40 922
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cerita sebelumnya

“Ada apa, Raka?” Bares, Panglima perang kerajaan Thamekh ikut mengurungkan niat menerbangkan kembali naganya. Baru sekali ini dia melihat pandangan ragu di mata Raka.

“Maafkan kelancanganku, Panglima. Tapi sepertinya hanya aku yang bisa menghentikan perang yang dahsyat ini…”

Panglima terdiam.

Dua bulan yang lalu, Raka mencegat belasan begundal kerajaan Lordam yang masuk ke perbatasan tanpa izin dan mencoba menjarah beberapa benda pusaka kerajaan Thamekh. Mereka hampir berhasil membawa lari harta jarahannya ke dalam hutan terlarang sebelum berseteru dengan pasukan patroli yang dipimpin oleh Raka.

Pertempuran hebat tak terhindarkan. Korban berjatuhan dari kedua belah pihak, namun Raka dan pasukannya berhasil menumpas komplotan perampok itu. Beberapa orang berhasil melarikan diri tetapi harta jarahan berhasil diamanakan. Setelah pencegatan itu mereka baru mengetahui kalau ternyata yang mereka hadapi adalah prajurit-prajurit kerajaan Lordam, dan salah satu korban jiwa pertempuran itu adalah Pangeran kerajaan Lordam yang sedang bergabung dalam pasukan perampok.

Berita itu tentu menggemparkan kerajaan Lordam. Raja Zeikh yang memang terkenal lalim dan licik itu pun mengumpulkan sekutu-sekutunya untuk menggempur kerajaan Thamekh sampai berhasil menemukan pembunuh putranya.

Perang besar pun terjadi. Saat ini perang tersebut memasuki hari yang ketiga. Pasukan Thamekh masih bisa menahan gempuran pasukan Lordam, tapi menurut perhitungan Raka jika perang ini masih berlangsung sampai Ur terbit, keadaan bisa terbalik. Ur adalah julukan mereka untuk matahari planet Zemesis.

Saat ini seluruh pasukan Thamekh telah dikerahkan, sementara itu kerajaan Lordam masih memiliki banyak pasukan cadangan yang siap menanti diperintahkan. Dan Panglima Bares membenarkan.

“Kita harus menuntaskan perang ini, Raka. Saat ini iring-iringan pasukan dari kerajaan Zulu sedang menuju kemari.”

Raka menggeleng.

“Sepertinya mereka akan terlambat, Panglima. Sementara itu, pasukan pertahanan kita pun sudah berguguran.”    

Panglima Bares kembali terdiam, sebelum melepaskan lagi kata-katanya. Kali ini dengan nada yang lemah, “Jadi apa rencanamu, Raka?”

Sihir Lumenos, Panglima. Hanya itu…” suara Raka bergetar.

“Kamu tahu, itu sebuah keputusan besar. Kami semua, dan bahkan Raja pun tidak bisa lagi menyelamatkanmu. ”

“Aku siap, Panglima. Pasukan Raja Zeikh tidak akan berhenti sebelum menemukanku. Dia masih punya banyak pasukan. Sebentar lagi dia akan menembus pasukan kita dan memporakporandakan kerajaan, dimulai dari wilayah kaum Sifah. Padahal beberapa hari lagi mereka akan melangsungkan hari besar keagamaan mereka.”

“Tapi… “

Panglima Bares terlihat sangat berat hati memenuhi permintaan Raka. “Tidak ada jaminan Zeikh berhenti menyerang setelah mendapatkanmu. Dia licik…”

“Ya, benar. Tapi kita hanya punya satu kesempatan, Panglima. Sekarang atau tidak sama sekali…”

“Kamu keras kepala, Raka.”

“Lakukan sekarang, Panglima, aku mohon. Pasukan kita mulai terdesak di atas sana…”

Panglima Bares menggelengkan kepala dengan sedih. Tapi melihat tekad Raka yang sudah bulat dia pun mengangkat tongkat sihirnya tinggi-tinggi. Setelah membaca barisan mantra, dari ujung tongkat sihir itu melesat cahaya berwarna kuning menyilaukan. Cahaya itu membesar, seperti cahaya Ur yang memanjang dari bawah ke atas menembus awan-awan.

Sihir Lumenos, sihir yang hanya boleh dikeluarkan oleh pemimpin pasukan sebagai tanda damai atau menyerah.

Dalam sekejab suara peperangan berhenti dan semua mata berpaling ke asal sihir itu jauh di bawah sana.

***

Hening.

Iring-iringan pasukan Lordam dan sekutunya pun bergerak meninggalkan perang yang baru saja usai. Yang tersisa dari peperangan itu adalah kisah duka, wajah-wajah tak percaya, darah dari ribuan korban yang memenuhi permukaan Zemesis.

Panglima Bares dan prajurit penunggang naga yang tersisa memandang kepergian tersebut dengan duka. Raka yang jadi tawanan mereka saat ini diberi mantra pengikat serta dikelilingi oleh selusin prajurit elit kerajaan Lordam.

Dia akan dibawa ke pengadilan kerajaan Lordam seperti yang disampaikan Raja Zeikh pada surat tantangan perangnya beberapa waktu yang lalu. Setelah itu tidak akan ada yang tahu bagaimana nasib Raka di sana. Bahkan, Panglima Bares pun tidak berani menerka-nerka.

Raka telah menjadikan dirinya tumbal untuk menyelamatkan kawan-kawan dan kerajaannya.



---(end)---

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun