Bintang terakhir benar-benar padam. Kegelapan malam telah menguburmu dalam-dalam.
Pria itu mencari semalam-malaman dan berharap menemukanmu sebelum fajar datang menguapkan atmamu. Tapi sampai lelah menghampiri, kerja kerasnya tidak membuahkan apa-apa.
Aku menunduk nanar, entah harus marah atau bersedih.
“Kamu harus bertanggung jawab kepada cinta yang dipertaruhkan dengan sia-sia…”
Pria itu memungut gelas yang terhampar. Masih terlihat sedikit cairan biru metalik yang tersisa begitu gelas tersebut disodorkan ke depan bibirku. Sekali teguk isi gelas langsung tandas di dalam mulutku.
***
Aku memandang cermin dan melihat wajahku sendiri, wajah pria yang telah menyia-nyiakan cinta sedalam itu. Pria itu terperangkap dalam diriku, dia adalah aku.
***
Bintang-bintang kembali mengusir kegelapan. Pada saat satu atau dua bintang meredup, aku harus mengepakkan tiga pasang sayap yang muncul begitu saja dari tulang punggungku, melesat ke angkasa di antara awan-awan dan mengecup bintang-bintang itu untuk membuat mereka berpendar kembali. Aku harus melakukannya dengan riang hati. Hanya dengan cara itulah aku menebus kesalahan di masa lalu.
____
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H