Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Setan pun Punya Medsos

28 Desember 2016   21:31 Diperbarui: 28 Desember 2016   21:39 801
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
gambar dari: https://www.cartoonstock.com

Gorad menghampiri Cheffez di sebelah selatan istana. Saat ini Cheffez sedang duduk santai sambil menikmati cerutu buatan Kimses, pabrik penghasil cerutu terbesar di neraka. Konon, cerutu buatannya menggunakan inti hati manusia-manusia penyebar hoax, murni tanpa oplosan.

“Apa kabarmu, Gorad…”

Cheffez menegur pertama kali. Tanduk peraknya berpendar tanda perhatiannya sedang teralih. Gorad duduk dengan lesu di hadapan Cheffez.

“Panglima baru saja memintaku meninggalkan timur tengah, kawan. Dia akan mengirim Ozs, anak baru itu untuk menggantikan posisiku.”

Cheffez tersenyum sinis lalu meletakkan cerutunya.

“Sudah kuduga. Aku pernah bilang bukan, akhir-akhir ini kamu semakin lemah…”

“Jangan mulai… “

Cheffez terdiam, lalu mengisap kembali cerutunya.

“Panglima menyuruhku memilih salah satu negara di Eropa timur. Dia mengancam akan mengembalikanku jadi setan rendahan, jika aku gagal lagi. Padahal Eropa timur bukan tempat yang mudah.”

“Hmm begitu,” Cheffez mengangguk-angguk. “...lalu apa yang bisa kubantu?”
 “Sebenarnya… aku kemari untuk menanyakan sesuatu. Jika kamu tidak keberatan, bagaimana kalau kita bertukar negara?”

Cheffez sedikit terkejut.

Indonesia?”

“Ya…”

“Oh, tidak bisa! Aku sedang bergairah terhadap negara itu…”
 “Tapi bukankah masyarakatnya sangat religius?”

“Yap. Tapi hanya religius kelas 17. Religius kulit kacang saja dan… bersumbu pendek. Itu memudahkan pekerjaanku. Lihat saja mereka beberapa waktu ini. Ahli agamanya terpecah belah, umatnya saling mengolok, gampang diadu domba, radikal dan susah memaafkan. Apalagi mereka akan menghadapi pilkada, rasanya sebentar lagi aku sukses menguasai negara itu.”
 Gorad terdiam. Warna tanduknya menggelap pertanda semakin tidak bersemangat.

“Sudahlah, Sobat. Terima saja titah panglima… Siapa tahu kamu malah menemukan keberhasilan di sana, bukan?”

Gorad mengangguk lemah.

Tak lama kemudian, dia pun berpamitan. Cheffez memandang kepergian sobatnya itu sambil menggelengkan kepala.

Dia lalu memandang salah satu jam besar di antara jam besar lainnya di sepanjang dinding selatan istana, lalu berkata di dalam hatinya,

Ah, di Indonesia bagian tengah sekarang sudah pukul 17.10, waktunya main twitter dan facebook.

---

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun