Hujan kali ini tidak akan melukaimu, Sayang
tidak seperti musim lalu
saat asa dan mimpi-mimpi pupus bersama aliran air
air mata berderai-derai
diri terbakar emosi
serta salam penghabisan mengantarku meninggalkanmu dan payung hitam itu.
.
Hujan kali ini tidak akan melukaimu, Sayang
dia tidak membawa belati yang pernah ditancapkan di jantungmu dan jantungku
saat komitmen dan janji luntur bersama aliran air
lalu kita menyalahkan langit yang terus mengguyur bumi
padahal kita sedang mengobarkan api.
.
Lihat, dia ikut meminta maaf lewat tarian-tariannya
bulir-bulirnya deras menetak bumi mengukir aksara sesal
bulir-bulir yang sama menjejak wajahmu dan wajahku.
Air mata berderai-derai
tapi kali ini kita memadamkan api dengan air mata itu.
.
Hujan kali ini memenuhi undanganku
dia hadir untuk bersaksi
kalau aku tidak bisa hidup tanpamu, Sayang.
.
Hukumlah aku sesukamu
tapi jangan pernah lagi pergi dari kehidupanku.
Kita pernah terjebak egosentris
karena kita masih manusia
tapi aku yakinkan semua dosa masa lalu kita akan kuluruhkan dalam pelukan ini
lalu akan kubuang jauh
bersama aliran air.
.
Hujan kali ini tidak akan melukaimu, Sayang
dia membawa cinta yang telah menemukan jalannya kembali
Seperti hujan yang jatuh dari awan, menyapa daratan, melebur bersama sungai dan berakhir ke samudra raya.
.
Hujan kali ini...
aku tidak akan melepasmu lagi.
---
kota daeng, 3 Oktober 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H