Dalam manajemen keuangan kita mungkin sudah sering mendengar nasihat “Jangan menciptakan uang, tapi ciptakan aset.” Memang arus kas yang positif bukan berarti segalanya. Sekalipun kita selalu mampu membelanjakan uang lebih sedikit dari pendapatan, tanpa upaya untuk membangun aset, kita tetap berada pada bayang-bayang kesulitan pada masa depan.
Makanya banyak orang yang bekerja keras dan menjalani hidup dengan baik merasa tidak menikmati hasil kerja kerasnya. Setelah arus kasnya ditelisik, rupanya semua pendapatannya hanya habis untuk membayar tagihan-tagihan dan belanja rutin saja. Kalaupun ada pendapatan yang ditabung itu hanya menyelamatkan “uang sisa” saja tanpa perencanaan yang baik.
Oleh karena itu setiap orang yang memiliki pendapatan juga harus membangun investasi. Pada waktunya nanti investasi akan sangat mendukung kondisi keuangan kita. Manfaat dari investasi antara lain:
- Menjaga agar harta kita tidak segera tergerus inflasi. Misalnya dengan angka inflasi tahunan sekitar 8% maka semestinya kita memiliki instrumen investasi yang memberikan imbas hasil di atas 8% per tahun. Jika tidak maka nilai harta kita juga akan cenderung berkurang.
- Menambah Pendapatan. Investasi dapat menjadi alternatif pendapatan tambahan. Misalnya kita membeli satu unit rumah lalu mengontrakkannya pada penyewa. Atau dengan berinvestasi pada saham, setiap akhir tahun kita akan menerima tambahan pendapatan berupa deviden.
- Capital Gain. Investasi juga dapat berguna untuk menambah nilai harta kita. Misalnya kita membeli satu unit rumah lalu beberapa tahun kemudian rumah tersebut dijual kembali dengan harga lebih tinggi, maka selisih harga inilah yang akan menjadi capital gain bagi kita.
Namun sebelum memulai investasi apalagi yang membutuhkan dana besar, sebaiknya kita memeriksa kembali bagaimana posisi keuangan saat ini. Seperti item-item lain pada pos pengeluaran, investasi juga akan menguras arus kas kita. Jadi harus ada skala prioritas, kemudian mengetahui berapa besar arus kas yang akan kita gunakan untuk berinvestasi dan tipe investasi seperti apa yang sesuai dengan kemampuan kita mengelola resiko. Untuk investasi properti misalnya, dana yang dibutuhkan relatif lebih besar dibanding memulai dengan investasi yang lebih ringan seperti membeli surat berharga atau komoditas seperti logam mulia.
Hal-hal tersebut harus sudah diperhitungkan sebelumnya untuk memastikan setelah mengalokasikan pendapatan, masih ada arus kas yang tersedia untuk biaya hidup seperti biasanya. Jangan sampai karena investasi kita justru mengorbankan kebutuhan-kebutuhan lain yang lebih penting.
Dwita Ariani, seorang Financial Planner dalam bukunya Your Money Your Attitude menulis paling tidak ada tiga rasio keuangan yang harus kita ketahui sebelum memulai berinvestasi:
Rasio Utang
Rasio utang adalah jumlah pendapatan yang kita gunakan untuk membayar pokok pinjaman plus bunganya dibanding jumlah pendapatan kita. Menurut Dwita Ariani rasio utang mestinya tidak lebih besar dari 30%. Ada juga referensi lain yang menuliskan 40%. Artinya pendapatan yang digunakan untuk membayar utang idelanya berada pada kisaran 30%-40%. Sisa pendapatan sebesar 60%-70% digunakan untuk membiayai hidup sehari-hari. Jika rasio utang kita melebihi rasio tersebut, kemungkinan besar kita akan keteteran jika arus kas kita terbebani dengan tambahan pengeluaran lain termasuk menambah investasi baru.
Rasio Likuiditas
Rasio likuiditas adalah perbandingan antara aset-aset kita yang bisa segera dilikuidasi seperti misalnya deposito jangka pendek, tabungan darurat dan tabungan lainnya, dibanding dengan pengeluaran selama sebulan. Rasio ini untuk menghitung berapa lama kita mampu membiayai hidup kita jika pendapatan tiba-tiba terhenti. Jika rasio likuiditas 6 misalnya, artinya aset kita masih bisa membiayai hidup kita selama selama enam bulan jika kita tidak memiliki pendapatan sama sekali. Menurut Dwita, idealnya rasio likuiditas ini berada pada angka 12 ke atas. Mayoritas masyarakat kita masih berada pada rasio 3-4 saat ini.
Rasio Pengeluaran dibanding Pendapatan
Sesuai judulnya, rasio ini membandingkan jumlah pengeluaran (khususnya untuk belanja dan membayar kewajiban) dan pendapatan dalam sebulan. Maksimal rasionya berada pada level 90%. Idealnya di kisaran 70%-80%. Artinya kita masih memiliki 20%-30% pendapatan yang bisa digunakan untuk berinvestasi. Semakin kecil rasionya artinya banyak pendapatan yang bisa dialokasikan untuk berinvestasi.
Nah, jika ketiga rasio keuangan di atas sudah berada kisaran yang ideal, artinya kita sudah dapat mengalokasikan sebagian pendapatan untuk membangun investasi. Namun hati-hati jika ada rasio keuangan yang belum ideal. Misalnya rasio utang masih berada di atas 40%. Artinya kita masih harus memprioritaskan pendapatan untuk menyelesaikan utang-utang kita.
Atau misalnya rasio pengeluaran dibanding pendapatan masih mendekati 100%, artinya kita masih harus mengefisienkan pengeluaran terlebih dahulu atau meningkatkan pendapatan dengan penghasilan tambahan. Dengan demikian kita tidak terjebak pada kesulitan mengelola arus kas gara-gara membangun investasi.
Penting juga untuk selalu meningkatkan rasio likuiditas agar jika sewaktu-waktu terjadi masalah sehingga pendapatan kita terganggu, kita masih memiliki dana cadangan untuk melanjutkan kehidupan sebelum pendapatan stabil kembali.
Namun bukan berarti kita mesti menunggu rasio-rasio keuangan tersebut ideal dahulu baru mulai membangun aset. Jika belum memungkinkan untuk berinvestasi, kita tetap bisa menyisihkan pendapatan ke dalam tabungan-tabungan sesuai dengan tujuan keuangan jangka pendek maupun jangka panjang kita. (PG)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H