Kendati emas hitam sudah dikubur dalam-dalam dan diberi mantra serta perisai sihir tingkat tinggi yang banyak, rembesan energi gelap yang dipancarkannya tetap terasa sampai ke permukaan. Seiring waktu, suasana di sekitar padepokan pun semakin seram dan mencekam. Semak belukar, tanaman jalar raksasa  dan pepohonan yang tumbuh meninggi mulai memenuhi tempat itu serta menggerogoti sisa-sisa bangunan padepokan dan istana. Hewan liar, hewan melata serta serangga raksasa pun mulai bersarang dan beranak pinak di tempat itu.
Dalam waktu beberapa tahun saja, tempat itu menjadi tempat yang paling ditakuti kaum sihir di wilayah selatan Gopalagos. Ada beberapa penyihir yang datang secara rutin untuk membersihkan kubur guru Shandong dan Raja Basalto. Namun mereka selalu mengambil memilih jalan memutar dan menyeberangi sungai Kharrum.
Puing-puing padepokan dan istana pun menjadi tempat yang sepi dan kelam selama puluhan tahun.
****Â
Sampai pada satu masa, di ambang petang, kesepian itu dibuyarkan oleh kehadiran dua orang penyihir. Kedua penyihir berdiri di antara puing-puing bekas bangunan utama padepokan. Mereka mengenakan mantel tebal dengan tudung mantel memayungi kepala mereka rapat-rapat. Mereka sedang mengendus perisai-perisai sihir berkekuatan tinggi yang memagari tempat itu. Salah satu penyihir mengeluarkan sebuah perkamen dari sakunya. Begitu disingkapkan, perkamen itu ternyata lebih mirip sebuah denah yang dipenuhi simbol-simbol sihir.
----
(bersambung)
pertama kali ditayangkan di blog planet-fiksi.blogspot.com dalam rangka event
#Tantangan100HariMenulisNovelFCÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H