Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Dongeng

[Basalto Terakhir] Pertempuran (2)

11 Juni 2016   19:02 Diperbarui: 11 Juni 2016   19:19 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cerita sebelumnya: [Basalto Terakhir] Pertempuran

---

Basalto terus berjalan sampai pada sebuah ruangan besar dengan empat pilar utama di tengah-tengah. Kendati berhawa pengab, ruangan bawah tanah itu terlihat bersih terawat. Sepertinya cukup sering  digunakan.  Dari ujung tongkat sihir Basalto keluar empat larik cahaya menuju ke arah obor yang dipajang pada empat pilar ruangan. Setelah itu obor pun menyala menerangi ruangan. Basalto tidak memerlukan lagi cahaya dari ujung tongkat sihirnya, sehingga mengurangi energi sihir yang dialirkan ke situ.

Dia lalu menyeberangi ruangan dan menghadap salah satu sisi dinding. Tidak nampak jelas, tetapi jika diamati lebih dekat, ada ukiran-ukiran huruf kuno pada permukaan dinding itu. Basalto meneliti ukiran itu sesaat untuk memastikan dia berada pada sisi dinding yang benar.

Dia pun mulai membaca barisan mantra. Perlahan-lahan. Kedengarannya mantra yang diucapkan aneh. Bisa jadi mantra tua, setua ukiran  pada dinding itu.

Begitu selesai membacakan mantra dinding di hadapannya bergetar hebat. Lalu perlahan-lahan sebagian dinding dengan lebar sejangkauan kaki, tergeser ke atas dengan suara derak yang berat. Rupanya dinding itu menjadi semacam pintu rahasia dengan mekanisme buka tutup menggunakan mantra.

Begitu suara derak terhenti, seluruh permukaan dinding itu telah terangkat ke atas. Nampaklah ruangan lain di balik dinding itu. Dua larik cahaya, seperti sebelumnya, keluar dari tongkat sihir menuju ke arah dua pelita yang berdiri di atas meja tinggi di tengah ruangan.

Saat pelita sudah bernyala terang, nampaklah isi ruangan itu. Meja tinggi di tengah dan lemari berisi banyak artefak, kitab dan perkamen sihir berada di sekeliling ruangan. Emas hitam yang tadi dipindahkan Basalto nampak berserakan begitu saja di lantai ruangan. Tadi dia tidak bisa berpikir panjang saat memindahkannya dari istana ke ruangan rahasia itu.

Basalto pun memungut satu per satu kitab sihir serta perkamen di lantai lalu meletakkannya dengan rapi di atas permukaan lemari di sisi paling kiri ruangan.

Selanjutnya  Basalto mengambil sebuah karung dan memasukkan satu per satu kitab dan perkamen ke dalamnya.

Basalto tersentak. Samar-samar dia mencium sesuatu, seperti aroma kayu manis yang khas berpadu dengan kembang melati. Aromanya tidak tajam, tapi aroma itu membuat kesadarannya seperti berkurang. Kepalanya mendadak terasa berat. Tapi Basalto segera tersadar, sehingga dengan spontan dia berbalik dan melepaskan sebuah serangan ke belakangnya.

Serangan Basalto melewatkan sasarannya dan menghanguskan setengah tiang salah satu pilar di tengah ruangan.

Emerald menatap tajam. Mantra penidur yang ditiupkannya tadi tidak berhasil. Pertahanan Basalto masih terlalu kuat. Untuk penyihir biasa, mantra itu akan bereaksi dalam satu helaan nafas saja.

“Tak kusangka kamu berhasil lolos dengan mudah dari para prajuritku.”

“Tidak mudah, Thores. Mereka prajurit tangguh, gigih dan sedikit… haus darah.”

“Mereka berbakat, bukan? Tapi sekarang, kumohon, Kesha. Aku tidak ingin mencari keributan denganmu. “

“Tergantung apa yang sedang kamu lakukan?”
 “Seperti yang kamu lihat. Mencoba memindahkan tempat penyimpanan emas hitam ini.”

Emerald melihat Basalto meningkatkan kewaspadaannya. Dia pun menguatkan kaki-kakinya.

“…maka aku tidak akan membiarkanmu pergi, Kawan.”

“Bagaimana kalau aku memaksa?” Geraham Basalto menegang.

“Coba saja.”

Basalto menatap wajah Emerald tajam.

“Kalian memang keras kepala.”

“Bagaimana dengan guru? Apa dia juga keras kepala?”

Kening Basalto mengernyit.

“Apa maksudmu?”

“Kamu tahu maksudku, Thores. Huria sudah tahu semuanya. Katakan apa kamu menyakiti Guru karena obsesimu ini ditentangnya?” Emerald balas menatap Basalto tajam.

Basalto menunduk.

----

(bersambung)

pertama kali ditayangkan di blog planet-fiksi.blogspot.com

dalam rangka event #Tantangan100HariMenulisNovelFC

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun