Basalto nampak sedikit terkejut. Ruby menajamkan pandangannya.
“Ya, teruskan, Kesha. Aku akan berusaha membaca pikirannya. Saat ini dia sedang rentan,” gumamnya.
“Apa maksudmu?” seru Basalto lagi.
“Aku tidak berhenti mencari, tapi sampai hari ini aku tidak menemukan pencuri kitab itu. Tidak kusangka pelakunya ternyata kawan sendiri. Padahal mestinya sesama kawan harus saling menjaga.”
“Tak salah lagi,” ucap Ruby. “Thores pelakunya. Kitab itu disimpannya pada salah satu tempat di dalam padepokan, sepertinya jika kita berhasil menemukan emas hitam, kita juga akan menemukan Kitab sihir milikmu.”
Basalto kembali terkejut. Lagi-lagi dia kecolongan. Ruby barusan berhasil menembus pikirannya.
“Kembalikan kitab sihirku sekarang, Thores!” seru Emerald. “Apa yang kamu pikirkan?”
Basalto merasa tidak ada gunanya lagi bersandiwara. Dia pun tertawa terbahak-bahak.
“Aku punya cita-cita besar, Kawan. Aku ingin menyatukan seluruh kaum sihir di Gopalagos dalam satu kerajaan tunggal. Bayangkan kekuatan besar yang bisa dihimpun jika mimpi itu terwujud. Selama ini kaum sihir hidup terpisah-pisah dan seringkali disisihkan dan diperlakukan semena-mena oleh manusia non-sihir. Cukup sudah cerita itu. Aku ingin kembali menegakkan martabat kaum sihir di benua ini. Maaf jika aku harus melukai prajurit-prajuritmu, Kesha. Pasti akan ada korban pada sebuah revolusi.”
“Jangan sampai cita-citamu itu memakan lebih banyak korban. Kami akan selalu berada paling depan untuk menjaga kedamaian antara kaum sihir dan manusia,” Emerald menghardik lagi.
“Aku menghargai kedamaian dan juga akan menjaganya. Tentu dengan caraku sendiri. Dan aku berjuang sendiri karena melihat kalian tidak memiliki visi yang sama denganku.”