Di sisi dapur yang lain, Febri sibuk memetik sayur-sayuran. Ada beberapa ikat kacang panjang, bayam, kangkung, juga ada beberapa potong jagung manis. Sosoknya yang imut-imut membuatnya terlihat lucu, seperti tenggelam di dalam tumpukan sayur itu.
Febri memandangi kami bergantian.
"Kak, jadi bisa ditinggal ke kampus nih? Kan ada kak Edo yang bantu."
Tisa terkejut lalu memandang lucu ke arah Febri.
"Lahh… tadi kan kamu yang ngotot pengen bolos, makanya saya jadi semangat bikin kapurung siang ini. Lagian Edo kalau disuruh bahaya, bisa habis duluan masakannya. Lihat tuh perutnya udah offside gitu."
Aku menggaruk-garuk kepala. Febri dan Tisa terkekeh. Memang dia suka sekali meledek perutku yang sedikit buncit ini.
 "Calon orang kaya," saya mencoba membela diri. "Modal perut dulu, nanti dompetnya nyusul."
Tisya dan Febri tergelak lagi.
"Eh, tapi boleh juga dibantu biar cepat kelar. Udah lapar nih. Ya, Do?"
"Boleh..."
"Mulai dengan ini."