Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Dongeng

[Basalto Terakhir] Sisi Lain Basalto

1 Juni 2016   19:01 Diperbarui: 1 Juni 2016   19:07 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cerita Sebelumnya: [Basalto Terakhir] Pengakuan Mengejutkan (2)

----

“Tentu saja. Peninggalan sihir hitam yang mestiinya dikubur dalam-dalam di sebuah tempat yang sangat dirahasiakan,” sahut Ruby. “Tapi pertanyaannya mengapa ada di istana ini?” sambil menatap dalam-dalam wajah Basalto.

Ametys mengangguk.

“Ya, aku ingat sekarang.”

“Ayolah, Kawan-kawan. Ini tidak sejahat yang kalian bayangkan. Aku berhasil menemukannya berbekal peta yang aku temukan di ruang kerja mendiang guru Shandong. Ini… ini adalah kekayaan kaum sihir. Aku tidak memiliki niat jahat apapun,” sahut Basalto.

“Itu upaya yang… yang baik sebenarnya. Tetapi tahukah kamu, bisa jadi saat ini setengah kaum sihir di Gopalagos berhasil merasakan kekuatan sihir kegelapan yang muncul tiba-tiba. Sebagian dari mereka ketakutan, tetapi mungkin saja sebagian lagi rela melakukan apa saja untuk mendapatkan benda-benda ini. Memang sepertinya kamu membuat perisai khusus untuk mencegah aura benda-benda ini tercium penyihir lain. Tetapi sihirmu tidak cukup kuat untuk menyembunyikannya dari kami. Maka emas hitam inilah yang membuat kami menerobos istanamu,” ucap Ametys.

“Apa rencanamu?” tanya Ruby.

“Aku hanya ingin… mempelajarinya seperlunya. Atau emas hitam ini bisa jadi koleksi khusus padepokan. Atau…”

“Hati-hati, Kawan. Ilmu hitam itu dapat menguasai pikiranmu, aku tahu benar hal itu,” sergah Ruby.

“Kawan-kawan, kami sudah membahas panjang masalah ini. Akan lebih membantu jika kalian berhasil meyakinkan Thores untuk segera kembali mengubur dalam-dalam benda ini,” sambung Emerald. “Aku tidak berhasil.”

Ruby mendekati Basalto.

“Kata-kata Kesha benar. Sihir hitam ini tidak ada gunanya untuk ditelisik, Kawan. Sebaiknya kita singkirkan saja. Jika masih ada di sini, mendiang Guru juga pasti akan berpikir demikian.”

Basalto merasa kepalanya memanas, mungkin karena terus bersitegang dengan ketiga kawannya itu.

“Kalau begitu, Guru memiliki paling tidak tiga kesalahan. Membiarkan emas hitam ini terkubur di tanah milik keluarganya, lalu memberikannya kepada kerajaan Amenthop dan terakhir, menyimpan peta lokasi emas hitam itu,” ucapnya.

“Kami akan memberitahumu sebuah rahasia kecil…” Emerald buka suara kembali. Suaranya terdengar begitu tenang. “…tentang bagaimana pandangan guru tentangmu, Thores. Setahun yang lalu, dia datang kepadaku, kepada Basaman dan Huria lalu mengatakan sesuatu.”

Ametys menatap Emerald. Perintah untuk tidak melanjutkan ucapan itu tersirat dari tatapannya, tetapi Emerald terlihat tetap ingin melanjutkan ucapannya. Basalto juga terlihat penasaran.

“Guru berpesan agar jika terjadi apa-apa kami harus terus mengawasimu. Guru takut suatu saat keahlian dan obsesimu bisa jadi pemicu pergolakan di antara kaum sihir. Dan sepertinya ketakutan Guru semakin menjadi kenyataan di sini, hari ini…”

Basalto menunduk. Dia terlihat berusaha menahan emosinya. Tetapi dia merasa kepalanya juga semakin panas. Dia lalu terkejut karena merasa tiba-tiba sebuah kekuatan berhasil menembus pikirannya. Dia pun menatap Ruby.

“Apa yang kamu lakukan?” serunya.

“Maaf, Thores. Aku harus berusaha sebisa mungkin menembus pikiranmu.” Ruby kini terlihat sama marahnya dengan Basalto.

“Katakan!” serunya. “Apa yang kamu perbuat terhadap Guru!”

Emerald dan Ametys mendelik dan berusaha menangkap arti seruan Ruby barusan.

--------

(bersambung)

pertama kali ditayangkan di blog planet-fiksi.blogspot.com dalam rangka event

#Tantangan100HariMenulisNovelFC

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun