Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Dongeng Pilihan

[Basalto Terakhir] Kunjungan ke Istana Ametys

13 Mei 2016   12:01 Diperbarui: 13 Mei 2016   12:04 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi gambar dari: www.deviantart.com

Cerita sebelumnya: [Basalto Terakhir] Portal Sihir (2)

-------

Tapi baru saja melangkah, Ametys sudah nampak di depan pintu utama istana. Dia membuka tangannya lebar-lebar.

“Kita baru berpisah beberapa lama, tetapi kamu sudah merindukanku lagi, kawan…,” Ametys tahu ada sesuatu yang serius terjadi, tetapi dia berusaha tetap memberikan sambutan yang hangat kepada kawannya.

“Kamu sudah tahu aku akan datang?” sahut Emerald begitu sampai di depan Ametys.

“Tentu tidak. Aku hanya terkejut saat sedang berusaha tertidur, tahu-tahu aku merasakan energi sihir besar dari arah depan istanaku. Jadi aku segera berlari keluar.”

“Oh, maafkan aku, kawan. Aku pikir tak bisa menunggu lebih lama lagi untuk memberitahumu kabar buruk yang terjadi dalam istanaku.”

Ametys terdiam.

“Mari mengobrol sambil menuju ke taman di atap istanaku. Aku akan meminta pelayan membuatkan minuman hangat. Aku lihat kamu belum beristirahat sejenak pun sekembalinya dari istana Basalto.”

“Memang…”

Keduanya pun melangkah melewati sejumlah ruangan menuju ke taman yang terletak di puncak istana, tempat Ametys biasa mengawali harinya.

Saat Emerald mengatakan kalau kitab sihirnya dicuri orang. Ametys benar-benar terkejut.

***** 

 “Siapa dia yang begitu berani melakukan kejahatan itu?”

Emerald terdiam sejenak.

Keduanya kini telah berada di salah satu bangku taman yang menghadap ke ufuk timur. Dua buah cangkir teh yang masih mengepul tersaji di atas meja di hadapan mereka.

“Entahlah. Yang jelas pelakunya seorang yang memiliki ilmu sihir sangkat tinggi. Besar kemungkinannya dia mampu membuka portal sihir seorang diri.”

Ametys kembali terkejut.

“Sepertinya tidak banyak lagi penyihir di Gopalagos yang memiliki kemampuan seperti itu,” ucapnya. “Setahuku mendiang Guru Shandong pernah melakukannya. Mungkin masih ada satu dua penyihir tua yang mampu melakukannya. Tapi pertanyaan berikutnya, apa yang diinginkannya dengan mencuri kitab itu?”

“Itu yang mengganjal pikiran dan membuatmu khawatir sejak awal. Bagaimana denganmu? Apa kitab sihir pemberian Guru Shandong masih tersimpan aman?”

Ametys memicingkan mata.

“Ya, sejauh ini. Sejak tiba tadi, aku tidak mendengar laporan kalau ada yang tidak beres selama aku pergi beberapa hari ini.”

“Syukurlah kalau begitu…”

“Tapi untuk meyakinkan diri, baiklah aku akan memeriksanya sendiri ke tempat penyimpanannya.”

Ametys berdiri.

“Oh ya. Kamu ingin tetap di sini atau berjalan bersamaku?”
 “Biarlah aku menunggu di sini saja, Kawan. Aku ingin menikmati teh rempah yang enak ini. Sepertinya tak lama lagi matahari juga akan muncul. Sayang kalau pemandangan seperti ini dilewatkan begitu saja.”

Ametys tersenyum.

“Baiklah. Aku memang selalu jatuh cinta pada pemandangan pagi dari tempat ini.”

Ametys pun beranjak meninggalkan taman menuju ke dalam istananya.

Sementara itu larik-larik sinar matahari semakin lama semakin jelas. Sejak tadi, dari kejauhan terdengar kokok ayam jago bersahut-sahutan namun seiring munculnya matahari, kicau burung-burung yang mulai keluar sarang juga menambah semarak harmoni pagi ini.

Suasana pagi yang hangat begitu meneduhkan kalbu, sehingga sejenak Emerald bisa melupakan peristiwa buruk yang baru saja dialaminya. 

Tak lama kemudian, Ametys hadir kembali di tempat itu. Ametys telah menemukan kitab sihir pemberian guru Shandong masih ada di tempatnya. Juga tidak ada laporan dari prajurit kalau ada peristiwa aneh yang terjadi selama dia meninggalkan istana.

Emerald terpekur.

“Sepertinya pencuri itu hanya mengincar kitabku saja,” ucapnya tanpa bisa menyembunyikan getar sedih dan khawatir dalam nada suaranya.

-----------

(bersambung)

pertama kali ditayangkan pada blog planet-fiksi.blogspot.com dalam rangka event

#Tantangan100HariMenulisNovelFC

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun