Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Mengejar Matahari

28 Januari 2016   21:53 Diperbarui: 29 Januari 2016   05:07 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Tidak terasa waktu lima tahun begitu cepat berlalu. Serasa baru kemarin saat kamu datang bersama kabut di pelabuhan ini… hampir tersesat, hampir menghantam karang….”

“Itu pelayaran perdanaku ke dermaga ini. Tak kusangka, orang yang memberi isyarat lampu untuk memanduku adalah orang yang mestinya aku jemput….,” El pun mengenang kembali pengalamannya lima tahun lalu.

“Waktu itu Hima baru berusia 10 hari, aku tak sanggup membayangkan harus berpisah dengannya secepat itu.”

“Kamu pasti belum menyampaikan salamku pada cucu kesayanganmu itu,….”

Kakek Yamen pun mengangkat dan meletakkan gagang pancingnya di atas kayu dermaga. Lalu mencoba berdiri menjajari El di belakangnya. Gerakannya sedikit tertatih sehingga El membantu menopangnya.

“…padahal aku suka pada gadis kecil itu…,”

Geraham kakek Yamen mengeras.

“Aku selalu memperkenalkanmu lewat cerita pengantar tidur, bahwa kamu adalah seorang jahat yang suka membawa pergi orang-orang berlayar bersama kapal angkernya… dan mereka yang dibawa pergi tidak akan kembali lagi.”

“Kedengarannya menarik, tapi bukankah kisah seperti itu terlalu menyeramkan untuk anak kecil?”

“Benar. Makanya aku selalu menambahkan, orang yang dibawa pergi hanyalah orang jahat saja. Orang yang tidak mendengar orang tuanya, orang yang sering berbohong, sering mencuri dan…. yah, kenakalan-kenakalan bocah lainnya. Tapi entahlah, Hima sering berbicara melihat sosok tinggi besar berbaju hitam-hitam….”

“Percayalah, kakek tua. Itu bukan sepenuhnya diriku. Anak kecil memiliki jiwa yang sangat peka, yang dilihatnya adalah bayanganku yang melekat pada jiwamu. Aku tidak pernah meninggalkan siapapun yang telah terikat perjanjian denganku….”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun