Pikiran saya pun diisi file-file negatif. Ada orang atau keadaan yang bisa disalahkan saat itu. Untunglah istri saya kemudian berkata “Mungkin ini teguran Tuhan karena selama ini kita terlalu sibuk dengan urusan pekerjaan…”. Saya pun terhenyak. Lalu saya bisa mulai melihat “pemandangan” baru. Saat itu saya mengambil cuti tiga hari, demikian pula istri saya. Saya baru menyadari, kebersaman kami sebagai keluarga seperti itu memang sesuatu yang jarang terjadi. Kami pun bersyukur dalam kesusahan itu ternyata masih ada nikmat lain yang diberikan Tuhan. Musibah tersebut memberi saya satu insight baru mengenai makna kebersamaan dalam keluarga.
The Power of “Bersyukur”
Contoh-contoh kecil di atas mengajarkan kita bahwa memiliki cara pikir dan sikap “bersyukur” membawa banyak manfaat untuk diri kita. Tidak perlu menunggu hal-hal besar terjadi dalam hidup kita untuk memanjatkan syukur. Saat anda bisa membaca tulisan ini pun, sudah ada satu nikmat lagi yang bisa kita jadikan alasan untuk bersyukur, nikmat atas indra penglihatan yang bisa digunakan dengan baik.
Membiasakan diri bersyukur juga bisa membantu kita menemukan perpektif baru saat masalah menimpa kita. Alternatif solusi pun bisa ditemukan jika kita memiliki banyak perspektif dalam memandang sebuah masalah.
Selain itu kebiasaan bersyukur akan membentuk mental berkelimpahan yang bisa menjauhkan kita dari pikiran dan tindakan buruk yang kemudian merugikan diri sendiri atau orang-orang di sekitar kita.
Dalam bukunya Self Driving, Rhenald Kasali pun mengungkapkan bahwa kita mesti melatih diri untuk terus bersyukur untuk membentuk mental driver, mental pemenang, ketimbang terus menerus komplain dan membebani pikiran dengan hal-hal negatif yang membatasi potensi kita untuk terus maju.
Sudahkah anda bersyukur hari ini?
________________________________
ilustrasi gambar dari: www.beliefnet.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H