Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Kekuatan Delivery Service ala Ojek Online

9 Desember 2015   12:51 Diperbarui: 9 Desember 2015   16:32 918
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam alat pengukuran kinerja manajemen Balance Scorecard, delivery service atau layanan antar adalah salah satu komponen penilaian penting pada perspektif Customer. Penyedia produk terbaik adalah mereka yang mampu hadir lebih dekat dan lebih memahami pelanggan-pelanggannya.

Seiring perkembangan peradaban ditunjang dengan kemajuan Teknologi Informasi dan komunikasi data, dunia online menjadi platform baru dunia usaha saat ini. Terdapat loncatan yang cukup lebar dari kejayaan era industri kepada era informasi dan teknologi saat ini. Teori-teori manajemen klasik pun mengalami pergeseran-pergeseran.

Dahulu kala, mindset kita mengenai perusahaan bonafid adalah perusahaan yang memiliki kantor-kantor fisik yang mentereng,  berukuran lapang dengan biaya maintenance yang mahal. Sumber daya serta energi  perusahaan banyak difokuskan pada perekrutan tenaga penjualan sebanyak mungkin. Para frontliner diberi kursus kepribadian, dibekali dengan tunjangan kosmetik agar bisa selalu tampil kinclong di depan customer. Ini cara meningkatkan kepuasan pelanggan yang mungkin cukup ampuh pada masanya.

Namun hari ini, saat transaksi tidak selalu harus dilakukan ‘on the spot’ strategi-strategi tersebut perlahan tapi pasti mulai kehilangan kekuatannya. Dulu untuk memesan tiket pesawat kita mesti berhubungan dengan biro travel, kini memesan tiket semudah mengetik pesan singkat di layar handphone.   

Fenomena ini juga sangat terasa pada dunia perbankan. Cara-cara pelayanan nasabah yang konvensional mulai ditinggalkan. Sumber daya bank kini difokuskan pada teknologi mobile banking, yang pada akhirnya jauh lebih murah dan efisien dari CS dan teller dengan senyum plastiknya.

Pergeseran Uang Masyarakat

Sudden Shift ini, meminjam istilah Prof. Rhenald Kasali, terjadi karena dunia maya kini menjadi ‘dunia baru’ masyarakat. Hampir semua orang  saat ini menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mengintip dunia melalui layar gadget-nya. Apa saja bisa tersaji disana, mulai dari hal-hal baik sampai hal-hal jahat. Jarak antara negara satu dan negara lain tinggal hanya sejauh jemari dan layar gadget.

Beberapa waktu lalu, kita melihat bisnis ritel lesu yang ditandai dengan penurunan penjualan. Banyak karyawan ketar-ketir terhadap ancaman PHK yang bisa terjadi kapan saja. Sebagian orang serta merta menuding penurunan daya beli masyarakat akibat kebijakan ekonomi pemerintah sebagai biang keladinya. Namun kemudian kita terhenyak saat bisnis e-commerce seperti Zalora, Lazada dan Tokopedia melaporkan peningkatan omset signifkan. Apa yang sebenarnya terjadi? Penurunan daya beli bukan penyebab utama, melainkan arah arus uang masyarakat yang mengalami pergeseran.

Lalu delivery yang telah menjadi karakteristik bisnis online ini pun merambah pada sektor-sektor usaha yang dulu mungkin tidak pernah terpikirkan, seperti transportasi rakyat misalnya. Hadirlah bisnis baru seperti Gojek alias ojek yang bisa dipesan secara online. Dahulu untuk menggunakan jenis transportasi yang satu ini kita mesti menyambangi pangkalan-pangkalan ojek terdekat, kini tidak perlu lagi. Berbekal gadget dan aplikasi, memesan ojek jadi semudah memesan tiket pesawat terbang seperti yang saya ilustrasikan sebelumnya.

Ancaman dan Peluang

Kendati beberapa pakar meragukan prospek Gojek, nyatanya jika ditaksir saat ini Gojek telah memiliki nilai lebih dari 1 Miliar Dolar. Gojek pun menyandang label Unicorn. Tidak banyak perusahaan startup yang mendapat label seperti ini. Dua perusahaan startup  e-commerce dalam negeri lain yang juga diprediksi kuat akan segera menyandang label tersebut adalah Traveloka dan Tokopedia. Apa persamaan ketiganya? Ya, online business dan delivery service.

Merek-merek baru seperti ini bukan tidak mungkin sanggup menggilas para pendahulunya yang masih terus terbuai kejayaan masa lalu. Pada kuadran SWOT, kehadiran bisnis-bisnis startup ini menempati ruang ‘Threat’ alias ancaman bagi perusahaan-perusahaan sejenis yang enggan berbenah.  Dengan kehadiran Go-Food misalnya, restoran-restoran mahal harus hati-hati karena mereka harus merebut pasar yang sama dengan restoran-restoran berbudget murah. Department store di mal-mal pun mungkin akan sekedar jadi tempat ‘cuci mata’ saja, karena pembeli yang sesungguhnya lebih memilih bertransanksi lewat toko-toko online. Sensasinya belanjanya hampir sama, namun belanja online bebas kaki pegal.

Pada sisi lain, dengan kekuatan delivery-nya bisnis online juga bisa jadi ‘Opportunity’ alias peluang bagi perusahaan lain yang jeli. Saat berselancar di kompas.com kemarin (8/12) saya menemukan salah satu contoh. Pertamina beberapa hari lalu bersama Gojek mendandatangai MoU yang berisi klausul kemitraan. Pertamina memanfaatkan jasa ‘delivery’ Gojek untuk mengantar produk-produknya seperti oli, Elpiji sampai Pertamax. Malah ada layanan tambahan, driver Gojek-nya siap membantu konsumen mengganti oli atau pelumas setelah pesanannya diantar. Gojek pun memiliki segmen pasar yang lebih luas lagi.

Masa Depan Delivery Service

Akhirnya, sekali lagi delivery service membuktikan kekuatannya untuk menarik uang pelanggan kepada produsen. Sebenarnya ini bukan jurus baru dunia usaha. Kita telah mengenalnya jauh hari sebelumnya, bahkan konsep delivery dari masa lalu masih bisa kita lihat sampai hari ini. Lihatlah mbok penjual jamu, pedagang bakso, sales peralatan dapur sampai tukang service sepatu keliling. Dari perspektif Customer pada balance scorecard  mereka benar-benar melakoni delivery service, menghantarkan barang atau jasa sampai di depan hidung pelanggannya.

Yang membedakan konsep delivery-nya dengan perusahaan modern adalah skala usaha serta teknologi yang digunakan. Tapi sejauh ini kita tahu bersama bahwa teknologi bersifat  dinamis. Tidak menutup kemungkinan suatu saat nanti di masa depan, kita sudah bisa memanggil penjual jamu keliling via aplikasi android. Bukan mustahil bukan? (PG)

 

________________________________

 

Referensi: 

bisniskeuangan.kompas.com

connect.dailysocial.id

 

ilustrasi gambar dari: mashable.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun