Pada masa lalu Louis pernah ingin menjemput maut. Saat itu orang tuanya bercerai, abangnya diciduk polisi karena heroin, dan dia ‘diperkosa’ kekasihnya sendiri.
Malam ini, keinginannya hampir terwujud lewat acungan pistol Victor, anak buah seorang mafia lokal.
“Kode brankasnya cepat?!!”
Ruangan kantor rumah bordir kelas melati di ujung Detroit menghangat. Louis belum mau mati malam ini jadi dia harus cerdas.
“Oh, Victor… Aku jadi terangsang dengan pistolmu…”
“Jangan membodohiku, pelacur…!”
“Mami Margareth masih akan lama di luar sana. Bersenang-senanglah bersamaku.....”
Victor mulai terpengaruh.
“Aku milikmu malam ini….,” Louis melempar high heelsnya ke sudut ruangan. Lalu sekali sentak, blusnya melorot ke lantai.
Victor menatap tak bergeming, sampai tak menyadari sebuah tangan dengan botol bir kosong terayun sekuat tenaga ke arah kepalanya. Botol pecah berkeping-keping dan Victor jatuh pingsan.
“Kamu baik-baik saja, sayang?” tanya seorang wanita berbusana tak kalah seksi dengan nada khawatir.
Louis buru-buru mengenakan kembali blusnya.
“…padahal kami baru bersenang-senang, mami. Apa yang terjadi? Mengapa Lorenzo ingin sekali merampok kita?”
Margareth menendang pistol Victor jauh-jauh.
“Ini gara-gara akuntannya, kesalahan pencatatan. Lorenzo pikir aku belum setor bulan lalu..”
Louis mengangguk.
Suara saksofon Kenny G kembali terdengar. Peristiwa mendebarkan yang baru terjadi jadi seperti iklan yang numpang lewat saja.
________________________________
ilustrasi gambar dari: www.flickr.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H