[caption caption="Halaman depan kompleks gereja Paroki Roh Kudus Unaaha"][/caption]
Matahari mulai condong ke Barat. Kompleks gereja Paroki Roh Kudus Unaaha yang biasanya lengang, sore itu terlihat ramai dan semarak. Belasan pemain gong Ganjur bersiap-siap menyambut peserta Forum Petani yang telah hadir sejak pagi dan siang dari beberapa wilayah di luar Unaaha. Tepat pukul 16.00 WITA upacara penyambutan dimulai. Pemain gong Ganjur mulai menabung gendang, canang, gamelan dan beberapa instrumen musik tradisional khas Bali lainnya, mengingatkan kita akan iringan penari Kecak yang rancak membahana.
Iring-iringan penabuh gong Ganjur berjalan paling depan diikuti oleh iring-iringan peserta memasuki ruangan gereja untuk melanjutkan upacara dengan Misa Pembukaan kegiatan. Misa dipimpin oleh Pastor Paroki, Pastor Bartholomeus Sire’pen Pr dan Koordinator PSE KAMS (Pengembangan Sosial Ekonomi Keuskupan Agung Makassar) wilayah Sulawesi Tenggara, Pastor Linus Oge, Pr.
Misa Pembukaan ini secara seremonial mengawali kegiatan Forum Petani yang berlangsung 3-5 September 2015 lalu di desa Sendang Mulyasari, Unaaha Sulawesi Tenggara.
Forum Petani adalah kegiatan yang diprakarsai oleh Komisi PSE KAMS dan Credit Union Mekar Kasih dalam rangka menyambut HPS (Hari Pangan Sedunia) yang diperingati pada tanggal 16 Oktober setiap tahunnya. Tujuan utama kegiatan ini adalah mempertemukan para petani-peternak untuk saling berbagi pengalaman mengenai teknik-teknik bertani beternak yang ramah lingkungan sesuai tema HPS tahun ini “Merawat Bumi, Rahim Pangan Kita.”
Usai Misa pembukaan, peserta diarahkan untuk menikmati santap malam yang telah dihidangkan, kemudian dilanjutkan dengan acara perkenalan. Setiap peserta bersama rombongan diundang oleh MC untuk naik ke panggung utama dan memperkenalkan diri masing-masing. Tercatat lebih dari 100 orang peserta yang melakukan registrasi. Sebagian besar adalah peserta tuan rumah dari desa Sendang Mulyasari. Selebihnya berasal dari wilayah sekitar, seperti Labasa-Muna, Kendari, Pomalaa dan yang terjauh dari wilayah Toraja dan Luwu.
Yang menarik, kegiatan ini benar-benar bernuansa keselarasan dengan alam sesuai tema. Penginapan peserta pun menggunakan tenda-tenda yang telah disiapkan oleh panitia. Ada delapan tenda untuk peserta yang didirikan di samping halaman gereja Roh Kudus, dan satu tenda utama yang digunakan untuk tempat pertemuan dan eksebisi. Untuk keperluan MCK, peserta diarahkan pada rumah-rumah warga di sekitar lokasi kegiatan yang telah dihubungi panitia sebelumnya.
[caption caption="Pemain gong Ganjur menyambut peserta"]
Semuanya dari Alam
Keesokan pagi (4/9) kegiatan pun dimulai. Sesi pagi diawali dengan sharing mengenai budidaya Lele Sangkuriang oleh Ibu Yesinta Tandipayuk, seorang peternak Lele dari Pomalaa.
Setelah coffee break pagi, materi dilanjutkan dengan presentasi “Spiritualitas HPS” oleh pastor Fredy Rante Taruk, Pr, Ketua Komisi PSE KAMS. Melalui presentasi tersebut, peserta kembali diingatkan pada keprihatinan akan bumi yang semakin menua, dan ulah manusia yang terus menerus merusak bumi sebagai tempat tinggal bersama. Jika tidak ada upaya signifikan untuk menyelamatkan lingkungan, dikhawatirkan pada masa depan nanti manusia berperang satu sama lain bukan lagi untuk memperebutkan kekuasaan atau minyak bumi, melainkan memperebutkan sumber-sumber daya alam seperti air, hutan, dan lain-lain. Pastor Fredy mengutip ensiklik yang dirilis oleh Paus Fransiskus: Manusia harus menghargai bumi sebagai Rumah Bersama. Kata “Rumah Bersama” ini jika direnungkan, sangat tinggi nilai spiritualnya. Dengan memperlakukan bumi sebagai rumah bersama, setiap orang diharapkan berperan untuk menjaga dan memperbaiki rumah bersama ini.
Setelah makan siang sesi dilanjutkan dengan pemaparan Pengendalian Hama Terpadu menggunakan bahan-bahan ramah lingkungan. Pak Anton, penyuluh pertanian yang membawakan sesi ini ikut mendemonstrasikan pembuatan pestisida nabati menggunakan bahan-bahan alami.
Setelah coffee break sore, peserta diperkenalkan pada teknologi meningkatkan Ph air minum melalui proses elektrolisa agar manfaat air minum sama dengan air alkali yang biasa dipasarkan di luar sana. Dengan rangkaian listrik sederhana tanpa wattage yang tinggi, ternyata kita bisa menciptakan instalasi “air setrum” dengan hasil yang tidak kalah dari air alkali. Hasil pengujian air yang telah disetrum menunjukkan Ph air sekitar 9,5 sampai 10,3. Tidak berbeda dari Ph air alkali yang dipasarkan secara komersil.
Pak L.E. Udjianto yang membawakan materi air setrum ini mengatakan, sudah setahun ini memanfaatkan air setrum untuk konsumsi sehari-hari di rumah sejak mendapatkan pembelajaran serupa saat melakukan studi banding di Semarang tahun lalu. Dihadirkan juga salah satu peserta yang menggunakan instalasi air setrum di rumahnya, terbukti air setrum menurunkan kadar kolesterol dan asam urat yang pernah dideritanya.
Kemudian sesi sore diisi oleh demonstrasi salah satu Kelompok Tani sawah di Sendang Mulyasari mengenai cara membuat MOL (Mikro Organisme Lokal). MOL digunakan untuk memberi nutrisi sekaligus memicu pertumbuhan tanaman. Jadi sifatnya seperti pupuk. Namun karena MOL dibuat dari bahan-bahan organik, MOL tidak membuat bakteri dalam tanah mati. Ada beberapa jenis MOL seperti MOL dasar, MOL akar, MOL daun, MOL penguat batang, MOL buah dan lain-lain. Namun yang didemokan sore ini adalah pembuatan MOL dasar. Bahan-bahannya sederhana: gula pasir, rebung yang dicacah halus dan air cucian beras (pertama). Untuk membantu fermentasinya digunakan biang bakteri EM4.
Setelah demonstrasi pembuatan MOL kelompok tani yang lain mendemonstrasikan pembuatan pakan ternak (sapi dan kerbau) dari jerami sisa-sisa panenan padi yang difermentasi dengan air gula dan EM4. Pakan ini berguna saat musim kemarau tiba dan rumput hijau mulai berkurang. Sehingga jerami sisa panen masih bisa dimanfaatkan.
Kurang lebih pukul 17.30 WITA, kegiatan dihentikan sejenak untuk memberi kesempatan kepada peserta agar beristirahat sejenak dan mandi. Setelah itu panitia menyiapkan makan malam untuk disantap bersama.
Pukul 20.00 WITA, kegiatan dilanjutkan kembali. Sesi malam diawali dengan demonstrasi pembuatan Bokasi, media tanam sekaligus pupuk alami bagi tanaman. Bahan-bahan yang dibutuhkan adalah serbuk gergaji, kotoran sapi, arang sekam, daun gamal dan dedak. Untuk membantu fermentasi digunakan EM4.
Setelah itu Pastor Linus Oge Pr, memberikan materi yang lebih ringan. Peserta diajak mengenal obat-obatan herbal yang bisa menjadi alternatif pengobatan untuk berbagai penyakit. Mulai dari penyakit ringan seperti batuk-batuk sampai penyakit berat seperti kanker. Ternyata negeri kita ini benar-benar kaya dengan tanaman yang bisa menjadi alternatif penyembuh penyakit, dan sebagian besar belum kita kenal manfaatnya. Contohnya pohon kelor. Selama ini mungkin kelor hanya dikenal sebagai tanaman kebanyakan yang sering digunakan untuk memandikan jenazah. Ternyata kelor memiliki kandungan gizi yang tinggi dan mengandung zat anti kanker.
Hampir setengah sepuluh malam, bersamaan dengan berakhirnya materi obat-obatan herbal, maka seluruh rangkaian kegiatan pada hari itu dirampungkan. Walaupun materi telah selesai, masih banyak peserta yang kongkow-kongkow untuk saling berbagi pengetahuan. Beberapa memanfaatkan live music (elekton) untuk berekreasi sejenak sebelum mengistirahatkan tubuh guna menerima materi keesokan harinya.
Bumi Rumah Bersama
Kegiatan hari kedua kembali diawali dengan lanjutan materi “Spiritualitas HPS” oleh pastor Fredy Rante Taruk, Pr. Peserta diberi pandangan baru mengenai bagaimana perlakuan kita terhadap alam ini akan diikuti dengan bagaimana alam memperlakukan manusia. Misalnya pupuk, jangan hanya dilihat sebagai “zat kimia” belaka, melainkan sebagai makanan kepada saudara-saudari alam dan tanah kita. Sehingga semestinya kita tidak menggunakan pupuk yang bersifat meracuni tanah dalam jangka waktu lama, melainkan menggunakan pupuk yang bersifat organik. Kita tidak usah heran akhir-akhir ini banyak fenomena alam yang terjadi mengganggu kehidupan manusia. Ini hanyalah reaksi balik dari perlakuan manusia terhadap alam.
Setelah berefleksi panjang, sesi berikutnya sampai makan siang dilanjutkan dengan materi pembuatan pakan ternak yang dipandu oleh pak Syrilus Tandioga, aktivis Pemberdayaan dan pengurus CU Sauan Sibarrung Tana Toraja. Pak Syrilus juga berbagi cara membuat jamu ayam kampung, sebagai alternatif penambah nutrisi dan membantu menjaga kesehatan ayam kampung.
Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat pakan sekali lagi mudah ditemui di sekitar kita. Bahkan sampah dapur seperti kulit telur, kulit umbi-umbian, tulang ikan, ampas kelapa, minyak bekas dan sisa sayuran yang tak pernah kita pikirkan bisa digunakan kembali, ternyata bisa diolah untuk menjadi pakan ternak. Bahkan dengan bantuan mesin penggiling dan pencetak, semua bahan-bahan tadi bisa disulap menjadi pelet seperti pelet pabrikan yang biasa dipasarkan di toko tani. Bedanya dengan membuat sendiri, kita bisa jauh menghemat dibanding selalu membeli pakan pabrikan. Efisiensi biayanya mencapai 60%-70%.
[caption caption="Bahan-bahan membuat jamu ayam kampung"]
[caption caption="Demo masak oleh ibu Agnes dan tim"]
Setelah makan siang, bu Agnes Wahyu dan tim pun mulai mengambil alih “pertunjukan”. Berbeda dengan materi-materi sebelumnya yang “beraroma” tani dan ternak. Kali ini bu Agnes akan melakoni demo masak sebagai salah satu kiat pasca-panen. Menu yang didemokan adalah Abon Lele, Susu Kedelai dan Steak Keju dengan bahan utama jagung manis. Bu Agnes yang memang seorang pengusaha kuliner dan obat-obatan herbal dari Palu, Sulawesi Tengah, piawai memandu peserta langkah demi langkah memasak sambil sesekali mengeluarkan guyon agar peserta tidak jenuh, terutama saat bahan makanan sementara diolah.
Menjelang coffee break sore, ketiga menu berhasil diselesaikan. Peserta pun diberi kesempatan untuk menyicipi hasil demo masak. Berhubung dekat dengan meja demo saya tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk memboyong sepiring steak keju, dan menikmatinya dengan secangkir kopi panas.
Dengan berakhirnya sesi demo masak, seluruh rangkaian materi telah tuntas. Namun acara tidak berakhir begitu saja. Berhubung sebentar lagi, seluruh peserta akan berpisah satu sama lain, panitia masih menyuguhkan satu persembahan seni lagi untuk seluruh peserta.
Satu set pemain alat musik khas Bali, dan lima gadis cilik telah bersedia di dekat panggung. Begitu canang, gendang dan gamelan berbunyi harmonis, empat gadis cilik pun mulai melenggak-lenggok indah. MC memperkenalkan tarian itu sebagai Tari Panyembrama yang biasa digunakan warga untuk menyambut tamu. Seluruh peserta nampak antusias menikmati tarian tersebut.
Memang mayoritas penduduk desa Sendang Mulyasari adalah transmigran asal Bali yang telah menghuni desa tersebut semenjak tahun 1980-an. Oleh karena itu budaya khas Bali mulai dari kesenian, dialek penduduk-nya, sampai arsitektur rumah serta bangunan-bangunan penduduk begitu kental terasa di desa ini.
Seluruh rangkaian acara pun diparipurnakan oleh Misa Penutup yang dipimpin oleh Pastor Bartholomeus S, Pr dan Pastor Linus Oge, Pr.
[caption caption="Para pemain musik sedang mengiringi tari-tarian"]
[caption caption="Tari Panyembrama"]
Refleksi Kecil
Mengasingkan diri sejenak selama tiga hari dari aktivitas dan polusi kota metropolitan, dan berbaur dengan alam bersama para petani-peternak membawa kesan tersendiri. Selama ini ternyata tanpa disadari, masih banyak perilaku kita yang tidak selaras dengan semangat menjaga kelestarian alam. Forum Petani ini membuka pandangan baru mengenai kontribusi yang bisa kita lakukan untuk alam sebagai “Rumah Bersama”. Bahkan menghemat pemakaian air dan listrik di rumah pun bisa jadi kiat-kiat bersahabat dengan alam, kendati sederhana namun tetap berarti jika semua orang menyadarinya.
Alam telah begitu baik dengan menyediakan kepada kita pangan dan sumber-sumber kehidupan lainnya. Namun karena keserakahan, kita seringkali mengambil lebih dari yang kita butuhkan, kemudian menyia-nyiakannya, bahkan seringkali secara sadar maupun tidak ikut serta mendegradasi alam.
Alam telah menyediakan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk menunjang kehidupan manusia. Lautan, tanah, pegunungan, hutan dan sungai. Pangan, pupuk, pestisida, semuanya bisa dipetik dari alam kita. Alam menyediakan tanaman obat untuk membantu kesembuhan manusia, bahkan menyediakan musuh alami untuk hama atau hewan yang mengganggu kehidupan kita.
Alam begitu baik, kita hanya perlu belajar lebih peka dan peduli dengannya. (PG)
____________________
Baca Juga:
Pesan Ramah Lingkungan dari Forum Petani
seluruh ilustrasi gambar adalah dokumen pribadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H