Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Penulis dan Tujuan Hidupnya

9 Juli 2015   21:44 Diperbarui: 9 Juli 2015   21:44 758
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dua hari lalu, dinding facebook saya nampak semarak. Salah satu kawan kantor baru saja menerima anugerah kelahiran putra pertamanya. Ucapan syukurnya dinyatakan lewat status di facebook. Ucapan selamat pun berdatangan, sehingga beberapa waktu lamanya posting-an tersebut selalu nangkring di  tempat teratas.

Pada waktu yang hampir bersamaan salah satu kawan, teman kelas SLTP dulu, mendapat musibah. Ibundanya yang telah lama sakit akhirnya dipanggil Sang Khalik. Posting status berisi berita duka itu juga cukup lama nangkring di tempat teratas karena cukup banyak yang memberi ucapan belasungkawa.

Kemarin, saat menghadiri doa penghiburan duka di rumah salah satu warga lingkungan kami, pemimpin doa seorang pendeta, mengawali renungannya dengan pertanyaan: “Apa tujuan hidup kita?”

Pertanyaan itu meresap menyentuh lubuk hati yang paling dalam. Peristiwa dukacita dan sukacita dari orang-orang dekat yang baru saja terjadi menambah dalam pertanyaan reflektif tersebut.

Siklus Kehidupan

Setiap kehidupan memiliki sebuah kelahiran dan kematian, awal dan akhir, alfa dan omega. Kelahiran adalah titik mula dari sebuah perjalanan panjang menuju titik henti yang kita sebut kematian. Kedua peristiwa ini sudah jadi takdir yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Setiap dari kita pasti memiliki suratan takdir tersebut.

Namun yang membuat setiap dari kita berbeda, adalah cara memaknai kehidupan kita. Ada orang yang memaknai kehidupannya sebagai sebuah perjuangan berat, ada pula yang memaknai kehidupannya sebagai sebuah jalan yang menyenangkan. Ada yang memaknai kehidupan dengan penuh syukur, ada pula yang menganggap kehidupannya sebagai rentetan musibah. Anda pun mungkin punya pandangan tersendiri mengenai kehidupan anda.

Dari cara kita memaknai kehidupan ini muncullah jawaban dari pertanyaan: Apa tujuan hidup kita?

Jawaban pertanyaan ini kemudian sangat relatif. Setiap orang akan memiliki jawaban yang berbeda-beda. Namun orang-orang yang memaknai kehidupannya dengan rasa syukur pada umumnya akan berprinsip, rasanya sayang jika kehidupan yang telah dititipkan Tuhan ini kita lewatkan begitu saja. Maka mulailah kita membangun nilai-nilai dalam diri kita dan berupaya agar kehidupan kita mendatangkan manfaat bagi orang-orang di sekitar kita. Syukur-syukur kalau dalam hidup ini, kita juga bisa berbuat sesuatu yang lebih besar untuk masyarakat atau komunitas kita.

Tujuan Hidup Seorang Penulis

Permenungan tersebut mendaratkan saya pada aktivitas yang selama ini saya dan rekan-rekan pembaca  sekalian geluti. Ada rasa syukur tersendiri bisa bergabung di dalam komunitas besar  bernama Kompasiana ini. Di sini kita bisa berbagi keprihatinan dan harapan secara fair melalui tulisan demi tulisan.

Mungkin kompasianer sekalian masih ingat pelajaran sekolah dulu. Garis batas antara masa Pra-Sejarah dan Sejarah adalah simbol-simbol visual yang digunakan untuk berkomunikasi. Kita kemudian mengenalnya sebagai aksara  yang berkembang menjadi tulisan. Jadi dengan demikian, perihal tulis menulis itu bisa kita analogikan seperti ini. Manusia yang mulai membuat tulisan, berarti telah meninggalkan masa “pra-sejarah” memasuki masa “sejarah”-nya.  Menurut saya, sesederhana apapun tulisan kita, saat kita sudah menayangkannya kepada dunia, kita telah ikut menorehkan sejarah.  

Saya salut dengan rekan-rekan Kompasianer yang dengan tekun dan gigih terus berbagi pemikiran melalui artikel yang ditayangkan. Mungkin pada awalnya kita hanya berusaha memindahkan isi kepala kita dari sebuah konsep menjadi bentuk yang konkrit tanpa banyak tendensi. Namun kita tidak pernah tahu suatu saat tulisan kita tersebut sampai kepada pembaca yang tepat dan hidupnya bisa berubah menjadi lebih baik setelah membaca tulisan kita.

Atau bisa jadi juga sebaliknya. Ada orang-orang yang jatuh tersungkur, karena “tertikam” oleh pemikiran yang kita tuangkan lewat tulisan.  

Dengan menulis kita telah menempuh salah satu cara untuk memaknai hidup kita. Jadi sadar atau tak sadar, sebenarnya kita sedang menjawab pertanyaan, apa tujuan hidup kita, dengan aktualisasi diri lewat tulisan-tulisan yang kita hasilkan.

Mudah-mudahan permenungan sederhana ini bisa semakin membuat kita melihat lebih jernih, apa sebenarnya yang kita tuju setiap kali kita mengetik huruf demi huruf, kata demi kata, kalimat demi kalimat, tulisan demi tulisan.  (PG)

____________________

 

ilustrasi gambar dari: www.socialsciencespace.com

 

 

 

 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun