Mohon tunggu...
Pical Gadi
Pical Gadi Mohon Tunggu... Administrasi - Karyawan Swasta

Lebih sering mengisi kanal fiksi | People Empowerment Activist | Phlegmatis-Damai| twitter: @picalg | picalg.blogspot.com | planet-fiksi.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

AC/DC

29 Juni 2015   21:53 Diperbarui: 29 Juni 2015   21:53 388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Untuk kesekian kali, aku meneguk gelas bir dingin dan membiarkan kepalaku berayun mengikuti beat lagu disko tahun 80-an. Udara sedikit hangat, walaupun pendingin ruangan sudah disetel kencang. Teriakan dan gelak tawa para lelaki campur aduk dengan musik dan denting gelas minuman beralkohol.

Dari ujung bar, Randy muncul, menghampiriku, melabuhkan kecupan mesra lalu berpamitan. Aku menepuk bahunya untuk melepasnya pergi. Rasa kehilangan yang dalam segera menghampiriku.

Randy adalah seorang akuntan muda berbakat yang bekerja pada salah satu kantor notaris ternama di New York. Setahun yang lalu dia ditugaskan untuk mengawal pembukaan kantor cabang di Manhattan. Setahuku Randy langsung jatuh cinta pada ambience kota ini.

Kami bertemu enam bulan lalu, saat aku mengurus proses jual beli apartemen salah satu klien kami. Perusahaan mendelegasikan wewenang kepadaku untuk membuka kemitraan baru dengan kantor notaris tempat Randy bekerja melalui proyek jual beli apartemen itu.

Entah mengapa sejak pertama bertemu, aku sudah merasakan getar-getar yang berbeda dari sorot mata Randy. Pertemuan kami itu berlanjut ke pertemuan non formal di club bilyard. Dia pemain bilyard yang hebat, tapi belum bisa benar-benar menandingi kepiawaianku menyodok bola-bola itu. Setelah pertemanan di club itu, entah siapa yang memulai, getar-getar yang sama menghantar kami dalam petualangan yang lebih dalam. Mulai dari sekedar kencan sampai pada akhirnya menjajali hangatnya ranjang kamar-kamar hotel di Manhattan. Bergelut dalam kecupan, pelukan dan permainan asmara. Aku tahu hubungan kami terlarang, tapi…. kami benar-benar menikmatinya.

Randy pula yang memperkenalkanku pada club gay ini. Aku salut pada kemampuannya bersosialisasi. Dalam waktu singkat sepertinya dia sudah memiliki teman di seantero kota.

“Hei, Douglas…..!! Kemarilah……!!” seruan samar menghampiri gendang pendengaranku.

Aku berbalik dan menjatuhkan pandangan ke sudut ballroom. Di sekitar meja bundar ada dua wanita dan empat pria  yang sedang mengangkat gelas minumannya ke arahku. Itu Brandon dan kawan-kawannya. Aku tahu mereka sedang berpesta merayakan kemenangan atas pengesahan same sex marriage baru-baru ini.

“Sudahlah…, lupakan Randy, bro. Dia tidak bakal balik ke Manhattan lagi. Dia punya pacar disana,” sapa Brandon begitu aku menghampiri meja mereka.

Aku tersenyum sembari menyambut minuman yang disodorkan Billy kepadaku.

“Douglas tidak nampak sedang bersedih, bukan?” sahut Billy.

Kami pun berbincang ngalor ngidul sampai malam cukup larut. Aku melihat Sharon, kawan sekantor Brandon sesekali melabuhkan pandangan genit kepadaku. Itu kode halus untuk seks. Tapi aku sedang kurang mood saat ini.

Menjelang midnight, aku pamit pulang. Setengah memaksa, karena mereka masih ingin berlama-lama denganku. Sharon malah setengah memaksa juga ingin menemaniku. Brandon dan Billy pun memberi isyarat agar aku mengikuti saja permainannya. Tapi aku tahu, kami semua mulai kehilangan sedikit kesadaran di bawah pengaruh alkohol sehingga aku hanya memberi kecupan di pipi Sharon, lalu secepatnya beranjak dari “pesta kecil” itu. Sharon pasti kecewa, tapi hanya itu cara untuk segera meloloskan diri.

 

************

 

“Douglas…… “

Sepi.  Hanya terdengar suara mesin cuci dari dapur kami.

“Douglas…!!”

Dengan berat aku berusaha membuka mata. Terdengar suara tirai penutup jendela dibuka lalu, sinar matahari membajiri kamar kami.

“Bangun cepat….!!,” ah, itu suara Eleanor, wanita yang sudah menjadi pendamping hidupku dua belas tahun ini.

“Jangan lupa hari ini kamu harus menjemput Theodore,…” ucapnya lagi sambil memunguti beberapa pakaian yang berserakan di lantai. Shit! Aku hampir lupa memang. Hari ini putri kami menyelesaikan perkemahan musim panasnya di luar kota. Siang ini penutupan perkemahan mereka. Aku tidak boleh terlambat. Sekalipun menggunakan mobil sendiri, butuh waktu empat sampai lima jam sampai ke perkemahan itu.

Eleanor memasukkan satu dua dasiku yang tercecer di bawah lemari sambil terus mengomeli kebiasaan burukku yang suka memberantakkan barang-barang. Aku tidak balas marah, malah senang dengan nyanyian paginya itu. Rasanya ada yang kurang kalau dalam sehari saja tidak mendengar omelannya.

Apalagi dari balik dasternya, wanita ini nampak seksi berlatar cahaya matahari pagi. Aku pun merengkuh pinggulnya dari belakang.

“Kamu cantik sekali pagi ini, sayang….,” ucapku sambil mengecup tengkuknya.

Eleanor tersenyum. Dia berbalik dan balas melumat bibirku. Sayang hanya sesaat. Dia lalu buru-buru menyudahi permainan bibir kami.

“Jangan sekarang…. Aku ada janji dengan pembeli pagi ini,…” ucapnya dengan wajah merona. “…dan kamu juga harus menjemput Theodore. Bergegaslah, jangan sampai dia uring-uringan lagi…,”

Eleanor lalu memberi satu kecupan singkat dan buru-buru meninggalkan kamar dengan setumpuk pakaian yang hendak dibersihkan. Sebelum keluar dari pintu dia berbalik sejenak,

“…. dan mandi yang bersih, jangan sampai Theodore mencium bau alkohol dari mulutmu…,”

“Beres, sayang…”

Setelah Eleanor menghilang. Aku menghempaskan pantatku ke atas kasur. Masih ada sedikit waktu sebelum mandi, jadi aku menyempatkan diri membuka laptop dan mengecek email-email yang masuk. Ada private message dari Randy.

“Aku rindu, sayang…,” pesannya singkat. Sepertinya dia sudah sampai di New York saat mengetik pesan itu. Jujur aku juga merasakan kerinduan mendalam terhadap pria itu. Tapi di saat yang bersamaan wajah Eleanor yang merona merah muncul dalam pikiranku.

Aku merasa berdosa telah menghianati istri tercintaku itu, tapi disaat yang sama aku juga rindu pada kehadiran Randy disampingku.

Dilema.

 

________________

 

ilustrasi gambar dari: lowtestosteronecure.org

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun