“Douglas tidak nampak sedang bersedih, bukan?” sahut Billy.
Kami pun berbincang ngalor ngidul sampai malam cukup larut. Aku melihat Sharon, kawan sekantor Brandon sesekali melabuhkan pandangan genit kepadaku. Itu kode halus untuk seks. Tapi aku sedang kurang mood saat ini.
Menjelang midnight, aku pamit pulang. Setengah memaksa, karena mereka masih ingin berlama-lama denganku. Sharon malah setengah memaksa juga ingin menemaniku. Brandon dan Billy pun memberi isyarat agar aku mengikuti saja permainannya. Tapi aku tahu, kami semua mulai kehilangan sedikit kesadaran di bawah pengaruh alkohol sehingga aku hanya memberi kecupan di pipi Sharon, lalu secepatnya beranjak dari “pesta kecil” itu. Sharon pasti kecewa, tapi hanya itu cara untuk segera meloloskan diri.
************
“Douglas…… “
Sepi. Hanya terdengar suara mesin cuci dari dapur kami.
“Douglas…!!”
Dengan berat aku berusaha membuka mata. Terdengar suara tirai penutup jendela dibuka lalu, sinar matahari membajiri kamar kami.
“Bangun cepat….!!,” ah, itu suara Eleanor, wanita yang sudah menjadi pendamping hidupku dua belas tahun ini.