Mohon tunggu...
Phiodias M
Phiodias M Mohon Tunggu... Arsitek - Alumni arsitektur gandrung isu pencerdasan bangsa

Pensiunan korporasi perminyakan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Debat Gagasan IKN, Isu Konstitusi dan Logika Terbalik (Bagian 3)

25 Oktober 2021   21:52 Diperbarui: 25 Oktober 2021   22:07 116
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagian 3 merupakan kelanjutan dari tulisan Bagian 1 dan Bagian 2 sebelumnya. Rangkaian tulisan ini membahas tentang debat pembangunan IKN baru antara Prof. Emil Salim dan Juru Bicara Presiden M. Fadjroel Rachman pada 26 September 2021 di Kompas TV yang menarik perhatian publik. 

Bagian 1 telah membahas sub-subjek berikut: Subtopik I - Pendahuluan. Subtopik II - Isu Konstitusi.

Bagian 2 telah membahas sub-subjek berikut: Subtopik III - Logika Terbalik; 3.1 Dana pembangunan IKN baru tidak mengganggu program pemerintah lainnya, karena jumlahnya kecil yang berasal dari APBN; 3.2 Pembangunan IKN baru akan menjadi pusat pengembangan sains, teknologi, seni dan budaya kelas dunia; 3.2.1 Eksistensi kota identik dengan rumah dan bangunan untuk fasilitas publik; 3.2.2 Apakah pembangunan IKN baru akan menjadi katalisator penentu berkembangnya sains dan teknologi?; 3.2.3 Apakah program pengembangan SDM pemerintah saat ini sudah dapat dijadikan role model keberhasilan agar dapat dilanjutkan oleh pemerintahan atau generasi berikutnya?

Bagian 3 ini, akan membahas sub-subjek berikut: 3.2.4 Konsekuensi keekonomian pembangunan IKN baru; 3.3 Mendorong pemerataan pembangunan nasional dan pertumbuhan wilayah Indonesia Tengah dan Timur; 3.4 Pertimbangan pembangunan IKN baru sepenuhnya isu teknis bukan isu politis.

3.2.4 Konsekuensi keekonomian pembangunan IKN baru. Dapat terlihat pada perbedaan pembangunan IKN baru (kasus 1) dengan pengembangan suatu kota non IKN (kasus 2), yaitu:

a. Dari sisi kelahirannya, kasus 1, bukan proses alamiah sebagai dampak perkembangan/kemajuan zaman. Tetapi merupakan kehendak kebijakan negara. Sedangkan kasus 2, kelahiran dan perkembangannya akibat meningkatnya aktivitas ekonomi. Pertumbuhan ekonomi pada suatu tempat menyebabkan terjadinya migrasi penduduk. Berdampak meningkatnya kebutuhan pemukiman yang mendorong perkembangan pemukiman dalam skala lebih besar. Disebut sebagai perkembangan perkotaan.

b. Pada kasus 1 tidak ada penambahan kapasitas dan nilai manfaat perekonomian nasional karena pengeluaran yang dilakukan subjek dengan aktivitas, nilai manfaat dan daya ekonominya tidak berubah. Ada penambahan aktivitas dan nilai manfaat ekonomi pada IKN baru, tetapi pada saat yang sama terjadi pengurangan aktivitas ekonomi pada IKN lama. Pada kasus 2 terjadi penambahan kapasitas dan nilai manfaat perekonomian nasional karena pengeluaran yang dilakukan subjek dengan aktivitas, nilai manfaat dan daya ekonominya meningkat.

c. Pada kasus 1, perpindahan penduduk terjadi dalam waktu singkat dengan jumlah masif. Atas kehendak otoritas. Dibutuhkan alokasi anggaran besar dalam periode singkat. Tidak mengikuti hukum pasar. Memiliki resiko terjadinya ketidakseimbangan neraca keuangan negara (pemerintah + swasta), diperkirakan 10 tahun ke depan ketika jatuhnya temponya utang yang harus dibayar. Berpotensi terjadinya krisis 97/98 jilid ke-2. Pada kasus 2, perpindahan berangsur-angsur sesuai dengan permintaan pasar. Tidak memerlukan anggaran besar dalam periode pendek. Mengikuti hukum pasar. Minimal resiko terjadinya ketidakseimbangan neraca keuangan negara.

d. Kasus 1 tidak mengikuti hukum pasar supply demand. Tidak mendorong pertumbuhan ekonomi secara nasional. Karena tidak terjadi penambahan volume aktivitas ekonomi secara nasional. Terjadi penambahan volume ekonomi pada IKN baru (penambahan ruang, elemen pendukung dan aktivitas ekonomi), tetapi IKN lama mengalami kontraksi ekonomi (terjadi oversupply ruangan dan elemen pendukung dan berkurangnya aktivitas ekonomi).

Akan adanya isu ekonomi dan ekses sosial pada IKN lama. Akan adanya personal expense ekstra setidaknya selama 1 tahun, penghuni IKN baru pulang pergi setiap minggu ke IKN lama. Reuni keluarga yang masih terpisah. Pemborosan sumber daya ekonomi, karena belanja bukan karena meningkatnya daya ekonomi. Konsumsi tidak menyebabkan pertumbuhan ekonomi secara nasional. Kasus 2 mengikuti hukum supply demand. Belanja bukan merupakan pemborosan ekonomi, tetapi akibat adanya peningkatan kebutuhan hidup.

e. Mengingat ke-4 hal tersebut di atas, pembangunan IKN baru sangat tepat pada keadaan suatu negara, sebagai berikut:

1) Kondisi perekonomiannya kuat, aktivitas bangsanya mampu menciptakan nilai tambah yang tinggi.

2) Telah terpenuhinya kewajiban utama negara tersebut dalam menunaikan kewajiban peradaban, yaitu mencerdaskan kehidupan warga negaranya. 

3) Pertimbangan pembangunan IKN baru, bobotnya akan lebih berat pada pembangunan citra suatu negara. Jika sudah terpenuhinya ke-2 kondisi di atas dan tidak adanya faktor yang dapat dianggap membahayakan keselamatan dan keberlangsungan hidup suatu negara pada IKN lama.

4) Rencana anggaran pembangunan IKN baru sebesar Rp 466 triliun sampai tahun 2024 seperti diungkap oleh Bung Fadjroel Rachman itu dapat dinilai sebagai pemborosan uang negara. Tidak menambah kapasitas dan nilai manfaat perekonomian nasional karena pengeluaran yang dilakukan oleh subjek ekonomi dengan aktivitas, nilai manfaat dan daya ekonominya tidak berubah. Apalagi mengingat terbatasnya keuangan negara dan belum adanya urgensi pemindahan IKN yang dapat dianggap membahayakan keselamatan dan keberlangsungan hidup negara. Keikutsertaan swasta malah berpotensi terjadinya ketidakseimbangan keuangan negara di kemudian hari. Seperti yang kita alami pada krisis 97/98. 

Terkesan gagasan IKN baru itu lebih ditujukan pada pembangunan citra bahwa Indonesia telah menjadi negara maju. Namun data perkembangan ekonomi, pembangunan SDM dan penguasaan sains teknologi belum mendukung citra itu. Mirip seperti gagasan pembangunan ibu kota Brasilia dimana Brasil pada 2020 menanggung utang sebesar 98,94% dari PDB.

3.3 Mendorong pemerataan pembangunan nasional dan pertumbuhan wilayah Indonesia Tengah dan Timur. Ini pertimbangan lain perlunya membangun IKN baru menurut Juru Bicara Presiden tersebut. Menurut penulis, untuk mencapai tujuan itu, ditengah-tengah terbatasnya keuangan negara, tidak harus membangun IKN baru. Seperti penjelasan bagian 3.4 di bawah ini dan Subtopik V - Solusi Jalan Tengah (akan dibahas pada Bagian 4).

3.4 Pertimbangan pembangunan IKN baru sepenuhnya isu teknis bukan isu politis. Berdasarkan rilis Bappenas 20 Agustus 2019, ada 4 pertimbangan pembangunan IKN baru, yaitu: penduduk Jawa terlalu padat, kontribusi ekonomi terhadap PDB, krisis ketersediaan air, konversi lahan di Jawa mendominasi. Ke-4 hal tersebut adalah isu teknis. Solusinya tidak harus membangun IKN baru. Pengembangan pusat-pusat ekonomi baru di luar Jawa bisa mengatasi isu itu. Bahkan tanpa adanya resiko terganggunya agenda perjalanan bangsa. Dalam jangka menengah, solusi teknis masih dapat dilakukan.

Sejauh ini pendorong munculnya gagasan pembangunan IKN baru itu disebabkan sejumlah isu teknis, seperti tidak terkendalinya pengembangan ibu kota, semakin meningkatnya isu lingkungan (kemacetan lalin, penurunan tanah, intrusi air laut, banjir, polusi, pemukiman padat, seringnya kebakaran, terbatasnya air minum) dan urbanisasi. 

Sejauh ini menurut penulis keadaan itu tidak pada taraf mengganggu keselamatan dan keamanan negara. Tidak pada keadaan terganggunya peran dan fungsi Jakarta sebagai ibu kota negara. Seperti tidak kondusifnya keamanan secara umum. Atau terjadinya suatu keadaan dimana para pejabat negara beserta seperangkat lembaga kelengkapannya tidak dapat melaksanakan tugas kesehariannya. Sehingga terganggunya tugas pelayanan publik atau terhambatnya pembuatan kebijakan publik.

Seperti disampaikan oleh Prof. Emil Salim, mengingat terbatasnya keuangan negara dan masih tertinggalnya kondisi pengembangan SDM nasional, maka isu kondisi ibu kota saat ini seyogianya masih bisa di atasi secara teknis. Dengan biaya jauh di bawah Rp 466 triliun (alokasi anggaran pembangunan IKN baru). Dengan membuat kebijakan negatif dari kondisi teknis tersebut. Misalnya dilakukannya pembekuan sementara ijin pembangunan atau usaha jika memang diperlukan.

Penulis melihat justru pembangunan IKN baru akan berpotensi mengubah isu teknis itu menjadi isu politis. Wajar saja akan munculnya anggapan publik bahwa dengan terpatrinya dana pembangunan bangsa (pemerintah + swasta) selama 20 tahun ke depan di bidang pembangunan fisik, maka pembangunan SDM menjadi tujuan sampingan. Bukan lagi tujuan utama. Padahal pembangunan SDM menjadi bagian dari agenda pencerdasan bangsa, cita-cita proklamasi. Tercantum pada Pembukaan UUD45.

Seandainya pembangunan IKN baru itu jadi dilaksanakan, isu teknis tersebut tetap harus direspons agar terpenuhinya suatu standar hidup perkotaan yang sehat dan layak.

Pada bagian 3.2.4 di atas, muncul pertanyaan jika pembangunan IKN baru tidak selesai pada 2024, apakah peran dan fungsi Jakarta sebagai ibu kota NKRI akan terganggu? Jika dianggap ada faktor negatif yang menyebabkan tidak idealnya peran dan fungsi Jakarta sebagai ibu kota saat ini, apakah pembangunan IKN baru solusi yang terbaik mengingat terbatasnya anggaran dan tertinggalnya kondisi pengembangan SDM? Apakah adil jika ada anggapan ketidakidealan kondisi ibu kota saat ini akibat lemahnya kebijakan negara di bidang teknis pengembangan dan pemeliharaan ibu kota, indikasi rendahnya perhatian negara, lantas solusinya mempertaruhkan masa depan bangsa? 

Tulisan yang akan datang: Debat Gagasan IKN, Isu Konstitusi dan Logika Terbalik (Bagian 4)

Subtopik IV - Apatisme Intelektual; Subtopik V - Solusi Jalan Tengah. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun