Mohon tunggu...
Al Huda Savero
Al Huda Savero Mohon Tunggu... Lainnya - Human

Usual human being

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Surga Telapak Kaki

22 Desember 2020   21:09 Diperbarui: 22 Desember 2020   21:15 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi yang melelahkan, hari itu cukup kelabu, hanya ada awan kelabu yang menggantung, bahkan hanya sedikit sinat mentari yang dapat merambat dan menembus gumpalan awan cumolonimbus tersebut. Seperti biasa, Erna harus tetap keluar rumah, wajar hanya dia satu-satunya tulang punggung keluarga, karena sang suami telah berpulang lebih dahulu sejak enam bulan yang lalu. 

"De bisa bantu ibu? Ibu mau keluar, kamu jaga rumah ya, bisa kan?" Tanyanya lembut terhadap si sulung yang baru bangun dan berusaha sadar dari alam bawah sadarnya. 

"Bisa bu" balasnya dengan senyum datarnya sambil berusaha memperbaiki posisi duduknya.

"Ya udah ibu pergi dulu, kamu baik-baik di rumah, jangan biarin orang asing masuk" tegas Erna terhadap anaknya.

"Ya" jawabnya singkat sambil menatap ibunya dengan tatapan nanar.

Lili, itulah nama yang akrab disapa oleh orang sekitar terhadap si sulung anak Erna, kini ia hanya tinggal bertiga dengan ibu dan adiknya. setelah kepergian sang ayah, hal itu membuatnya menjadi lebih dewasa daripada umurnya, di mana di usia tersebut banyak anak-anak lain yang sibuk hilir mudik bermain dengan teman sebayanya, sedangkan Lili harus siap siaga membantu ibunya dalam hal mengurus rumah, mulai dari bersih-bersih, mencuci, hingga mengurus si bungsu. Hal-hal itulah yang membuatnya sadar bahwa keadaannya tidak memungkinkan untuknya bermain-main.

"Dimas bangun, bangun Dimas, bangun udah pagi, kamu harus sekolah!" Serus Lili tegas terhadap Dimas yang sulit dibangunkan sejak pagi tadi.

"Iya kak, sabar kenapa aku tadi mimpi indah, aku tadi mimpi ketemu ayah, katanya dia kangen kita" jawab Dimas polos terhadap seru kakaknya yang tegas.

"Hah, apa kata kamu? kamu mimpi ketemu ayah?" tegas Lilis sambil menyelidik adiknya.

"Iya" jawabnya singat dengan anggukkan kepala.

Sontak pernyataan tersebut membuat Lili terdiam dan jelas hal itu membuatnya kaget sekaligus sedih, jelas hal itu membuatnya teringat akan sosok yang selama ini ia rindukan, sosok yang mana biasanya selalu mendengarkan celotehannya perihal apa yang terjadi padanya baik di sekolah maupun di lingkungan sekitar, sosok yang selalu ada ketika ia memiliki pertanyaan segudang dan menjadi sosok yang selalu ada ketika ia mengalami kesulitan, dan juga sosok yang selalu mendukung apa yang ia inginkan selagi hal yang diinginkan adalah hal baik dan mulia.

"Ya udah sana kamu bangun, abis itu cepat mandi, jangan lupa sarapan dan pergi ke sekolah" serunya datar terhadap adiknya dan Lili berusaha keluar dari lamunannya.

"Oke kak" seru Dimas dengan semangat walaupun jalannya masih gontai.

Hari-hari seperti biasa dijalani oleh kakak beradik tersebut, di mana mereka berdua harus saling membantu dan mendukung dalam setiap keadaan yang mereka alami, karena mereka akan selalu ingat terhadap pesan terakhir ayah mereka "Lili, Dimas, apapun keadaan yang kalian alami, kalian berdua harus tetap akur dan saling membantu, jangan egois satu sama lain, dan juga ingat, jangan lupa selalu bantu ibu, dan jangan nyusahin ibu" kata-kata itulah yang menjadi semangat mereka ketika mereka menemani sang ayah di hari-hari terakhirnya.

Teringat hari ini adalah hari ibu, Lili dan Dimas sudah menyiapkan rencana untuk ibu mereka, wajar ibu mereka harus berangkat pagi pulang malam hanya untuk mencari nafkah guna memenuhi semua kebutuhan keluarga mereka, dan Lili sebagai anak sulung harus bersedia kehilangan masa-masa cerianya dengan membantu ibunya agar sang ibu tidak terlalu letih dan tak ingin kejadian terulang kembali seperti ayahnya.

Hari itu Lili hanya berencana menyiapkan kado yang sudah beberapa hari sebelumnya ia beli dari uang tabungannya, dan juga dia berusaha untuk memasak makanan yang dia rasa makanan itu cukup menjadi pelengkap dalam merayakan hari ibu.

"Nak, kalian di mana? Dimas, Lili, kalian di mana? Kok tumben udah gelap? biasanya jam segini kalian masih asyik nonton tv. Dimas, Lili, kalian di mana?" seru Erna datar sambil berkeliling mencari anak-anaknya.

Cekrekk, suara stop kontak berbunyi, dari ruang makan sudah terlihat Lili dan Dimas berdiri sambil memagang kado.

"Selamat hari ibu" saut mereka berdua sambil memberi kode terhadap ibunya agar pergi ke meja makan.

"Loh ada apa ini? Kenapa kalian repot-repot nyiapin ini semua?" Saut Erna dengan penuh haru terhadap anak-anaknya.

"Gak apa-apa kok bu, Lili sama Dimas emang udah ngerencanain ini dari jauh-jauh hari, dan ibu gak perlu khawatir, kita gak repot kok, malah kita seneng nyiapin ini semua, ya kan Dimas?" Tanya Lili ke Dimas

"Iya kak, udah ibu gak perlu khawatir sama kita, sekarang ibu duduk, dari tadi sore Kak Lili udah masak, nanti masakannya dingin, mending kita makan sekarang" jawab Dimas sambil cengengesan.

"Huh kamu taunya makan doank" jawab Lili ketus terhadap Dimas

"Udah gak apa-apa Lili, lagian ibu juga tau kalo kalian laper, udah sekarang ayo kita makan, sebelumnya ibu mau bilang makasih ke kalian karena udah repot-repot nyiapin ini semua" jawab ibu dengan senyum kecilnya seraya dia mengambil posisi duduk.

"Bu aku mau bilang makasih banyak, karena ibu udah jadi ibu yang sempurna buat aku, dan sekarang ibu gak perlu capek-capek nyari uang, karena yang aku butuhin sekarang cuma sosok ibu" cakap Lili terhadap ibunya dengan haru.

"Iya bu, aku juga mau bilang makasih, karena selama ini ibu udah jadi ibu yang hebat" ucap Dimas sambil tersenyum.

"Kalian ngomong apa sih, ibu udah seneng punya anak kaya kalian, yang penting kalian sehat, itu udah jadi anugrah besar buat ibu salama ini, oh ya, kalian jangan berantem mulu, inget apa yang ayah pernah bilang ke kalian" jawab Erna sambil tersenyum menatap Lili dan Dimas.

"Baik bu" jawab mereka berdua.

"Oh ya bu, ini kado dari kita berdua, semoga ibu seneng ya" saut Lili sambil menyerahkan kado kepada ibunya.

"Wah apa ini, cantik warnanya, mungkin ibu akan sering pake ini kalo ibu kerja" senyum Erna sambil mengangkat hijab hadiah permberian anak-anaknya.

"Makasih ya Lili, Dimas. Ibu bangga punya anak kaya kalian" seru Erna haru terhadap anak-anaknya. 

Malam itu mereka habiskan waktu bersama di depan meja makan sambil bercerita asyik satu sama lain, dan terlihat dari pancaran wajah mereka bahwa mereka saling menyayangi satu sama lain. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun