Mohon tunggu...
Philosophy Talks
Philosophy Talks Mohon Tunggu... Freelancer - Let's Think Let's Talk This is Philosophy Talks

Ruang diskusi dan konten digital seputar ilmu filsafat

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Filsafat Itu Apa Sih?

4 Juli 2020   09:19 Diperbarui: 4 Juli 2020   09:10 147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berpikir adalah sebuah proses mencari, mendapatkan, dan menggunakan ilmu pengetahuan. Dalam pernyataan ini saya berusaha untuk memfilsafati filsafat itu sendiri. Banyak di antara kita yang masih menyimpan dan menunda untuk bertanya, apa itu filsafat? Jelas pastinya karena terdapat beberapa stigma yang dilontarkan kepada para pegiat filsafat, seperti filsafat itu membuat orang jadi tidak percaya Tuhan, kurang bermanfaat untuk dipelajari, orang yang berfilsafat biasanya nyeleneh (out of the box), filsafat hanya berfungsi dalam dunia politik maupun sebagai alat untuk berkomentar dan mengkritik, serta membuat orang menjadi gila.

Sebelum kita melakukan pembongkaran terhadap epistem filsafat, jauhkan diri terlebih dahulu dari mind set bahwa filsafat itu membingungkan. Mengapa? Karena, proses berpikir tidak akan berjalan dan berkembang jika mind set kita tertutup begitu saja dari segala sudut pandang - terutama dengan adanya stigma terhadap para pegiat filsafat.

Secara garis besar, filsafat merupakan cara berpikir yang sistematis dan mendalam berdasarkan etimologinya - cinta akan kebijaksanaan. Dari sini penulis menyederhanakan ruang lingkup filsafat yang sangat luas dengan kerangka berpikir yang terdiri dari subjek dan objek dalam proses mendapatkan maupun menggunakan ilmu pengetahuan. Perihal paling sederhana untuk memahami hal ini cukup dengan mengamati kehidupan sehari-hari yang dekat dengan diri kita.

Misalnya, jika ada pertanyaan seperti ini, "Bagaimana cara anda Buang Air Besar atau Buang Air Kecil?" Sebuah pertanyaan sederhana ini akan menghantarkan kita kepada langkah awal memahami filsafat. Pernah seorang teman bertanya kepada saya, apa itu filsafat? Saya kembali bertanya, "Bagaimana caramu Buang Air Besar?" Jawabnya, "Ya tinggal masuk WC, jongkok, udah keluarkan." Saya pun membalasnya, "Begitu juga dengan filsafat. Cara berpikir masing-masing orang mengenai subjek dan objek yang menjadi topik pembicaraan dan yang sedang dipikirkan akan berbeda-beda. Masing-masing orang memiliki jawabannya sendiri, ada yang perlu merokok ketika Buang Air Besar dan sebaliknya."

Subjek dan objek saling berkaitan sesuai dengan bagaimana kita sebagai subjek membicarakan segala sesuatu yang menjadi bahan (objek) pembicaraan. Inilah tahap awal memahami filsafat, seperti kita mengenal shalat sebagai konsep dasar dalam syariat Islam - begitu juga dalam memfilsafati agama sedari shalat kita sehari-hari.

Hakikat dari filsafat sebagaimana banyak pendapat para filsuf yaitu cinta kebijaksanaan. Sederhana penulis menyatakan bahwa hakikat filsafat berada pada prosesnya. Ya, cintailah prosesnya...karena proses adalah inti dari hidup. Sedikit mengutip penjelasan dari Gus Ulil dalam kajian kitab "al-Munqidz Min Ad-Dholal" ketika live facebook, bahwa terdapat perbedaan pendapat para ahlul kalam mengenai eksistensi Tuhan pun berawal dari perbedaan pendapat yang diperdebatkan.

Dalam kutipan penjelasan tersebut yang perlu diketahui adalah pedoman dasar untuk berfilsafat bahwa kebenaran mutlak itu baknya kehendak Tuhan yang tidak pernah kita ketahui berdasarkan keterbatasan manusia. Senada dengan pendapat Cak Nun dalam podcast-nya, bahwa kebenaran qoth'i itu milik Allah dan ketika diturunkan kepada manusia sifatnya bukan qoth'i, melainkan kebenaran yang bersifat dzonni atau hanya sekadar prasangka (kiro-kirologi; usaha dalam proses mendekati kebenaran). Oleh karena itu, langkah awal dalam memahami sebuah alur proses berpikir perlu menggunakan metode pengenalan kemampuan diri yaitu reflektif, normatif, kritis, rasional, sistematis.

Berpikir secara reflektif merupakan seni berpikir dengan tahap merenung, berkontemplasi, atau dapat dikatakan dengan muhasabah diri. Dalam tahap ini, kita akan mendapati titik awal proses berpikir yaitu hasrat keinginan untuk bertanya dari perasaan ta'jub maupun ragu-ragu. Berpikir secara normatif lebih cenderung dibenturkan dengan nilai-nilai agama berdasarkan konsep kepercayaan, moral, norma, budaya, peraturan, sistem, dan segala perihal yang sifatnya dogmatis. Berpikir secara kritis ditandai dengan membenturkan kebenaran-kebenaran dari sesuatu yang bersifat konseptual dan terukur.

Berpikir rasional merupakan proses berpikir menggunakan logika berdasarkan standard kebenaran dari hasil pemikiran yang logis, perpaduan antara sistem logika, panca indera, dan realitas. Berpikir secara sistematis dapat dilihat dengan cara berpikir yang menggunakan unsur-unsur dalam suatu pemikiran yang saling berkaitan dengan teratur dan tersusun secara keseluruhan dan menghasilkan pola pemikiran yang filosofis. Dengan demikian, berpikir juga memerlukan tahapan-tahapan untuk mengetahui proses mendekati kebenaran.

Pembahasan mengenai filsafat pada dasarnya berangkat dari rasa ketakjuban, ketidakpuasan, hasrat bertanya, dan keraguan - dengan slogan Rene Descartes "aku berpikir, maka aku ada." Begitu juga dengan slogan Fakhruddin Faiz dalam bukunya "Sebelum Filsafat" yaitu aku berpikir, maka aku bertanya. Manusia dalam pembahasan filsafat menjadi subjek, dalam arti makhluk hidup yang selalu berpikir dengan dorongan rasa keingintahuan yang tinggi. Sedangkan objeknya adalah segala sesuatu yang berada dalam jangkauan pikiran seseorang, mulai dari yang umum ke khusus atau sebaliknya.

Berfilsafat artinya berpikir secara radikal. Filsuf adalah pemikir yang radikal dalam arti, ia tidak pernah terpaku hanya kepada satu fenomena tertentu. Ia tidak akan berhenti pada satu jawaban tertentu. Dengan berpikir radikal, filsafat berupaya untuk menemukan jawaban dari akar permasalahan yang ada. Filsafat berupaya mencari hakikat yang sesungguhnya dari segala sesuatu.

Berpikir radikal bukan berarti hendak mengubah, membuang, atau menjungkirbalikkan segala sesuatu, melainkan dalam arti berupaya berpikir secara mendalam, untuk mencari akar persoalan yang dipermasalahkan. Berpikir radikal justru berupaya memperjelas realitas, melalui penemuan serta pemahaman akan akar realitas itu sendiri. Dalam hal ini, maka filsafat memiliki tujuan penting dalam kehidupan sehari-hari yaitu untuk menakar kemampuan diri berdasarkan realitas yang sangat kompleks - terutama perihal kebenaran dalam sudut pandang manusia yang bersifat relatif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun