[caption id="attachment_264016" align="aligncenter" width="490" caption="Serat Wedhatama pupuh II Sinom, bait XV."]
Coba perhatikan aksara ndra yang diapit oleh mangajapa dan pada lungsi di akhir bait. Berarti Serat Wedhatama belum berakhir pada bait ini. Latinisasi aksara Jawa di atas sebagai berikut:
Sinom
Nuladha laku utama tumraping wong tanah Jawi Wong Agung ing Ngèksiganda Panembahan Senapati kapati amarsudi sudaning hawa lan nepsu pinesu tapabrata tanapi ing siyang-ratri amemangun karyénak tyasing sasama.
Bait di atas sangat popular di antara orang-orang Jawa yang gemar macapatan (menyanyikan tembang macapat). Wong Agung Ngèksiganda yang dimaksud adalah Danang Sutawijaya alias Panembahan Senapati pendiri Kerajaan Mataram. Ngèksi, dari ang+kèksi, tampak jelas (dengan mata); ganda, arum/harum, mata-arum, mataram. Inti dari bait di atas adalah Panembahan Senapati menjadi teladan bagi orang-orang Jawa dalam hal asketisme.
Pupuh III, bait XXXIII ditembangkan dengan irama Sekar Macapat Pocung:
[caption id="attachment_264018" align="aligncenter" width="521" caption="Serat Wedhatama pupuh III Pocung, bait XXXIII."]
Terlihat pada yang digunakan masih madyapada dan pada lungsi. Jadi bait ini pun belum menjadi akhir Serat Wedhatama. Latinisasinya:
Pocung
Ngèlmu iku kalakoné kanthi laku lekasé lawan kas tegesé kas nyantosani setya budya pangekesé dur angkara.
Inti bait tersebut: ngèlmu atau ilmu-sejati hanya dapat dicapai melalui laku prihatin yang sungguh-sungguh. Ilmu-sejati akan menjadikan orang semakin rendah hati dan jauh dari sifat angkara murka. Jadi kalau orang berilmu tetapi bersikap arogan dan penuh angkara murka, orang itu belum mencapai tataran tertinggi.