Mohon tunggu...
Philipus Dellian Agus Raharjo
Philipus Dellian Agus Raharjo Mohon Tunggu... lainnya -

Seorang yang ingin menjadi kawan seperjalanan anda.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Belajar Aksara Jawa (6)

6 September 2013   01:07 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:17 1947
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa kabar Kompasianer tercinta? Semoga anda dalam keadaan sehat dan berbahagia. Mari kita lanjutkan pembahasan kita mengenai aksara Jawa. Dalam tulisan yang lalu saya sudah memberi contoh cara penulisan aksara murda dan aksara swara. Lalu sebagai penutupnya saya memberi contoh penulisan aksara Jawa dalam sebuah bait dari Serat Wedhatama (pupuh I, bait I). Saya juga menyebutkan mengenai "judul" pupuh, yaitu Sekar Macapat Pangkur yang diapit oleh purwapada. Kali ini saya akan menyampaikan beberapa hal mengenai purwapada, madyapada, dan wasanapada. Bila anda menulis kalimat biasa dalam satu alinea menggunakan aksara Jawa, umumnya diawali dengan adêg-adêg dan diakhiri dengan pada lungsi. Adêg-adêg berfungsi sebagai pembuka kalimat, sedangkan pada lungsi berfungsi sebagai penutup kalimat atau titik. Nah, purwapada memiliki fungsi yang hampir sama dengan adêg-adêg, hanya saja penggunaannya pada kidung atau tembang. Purwapada mengawali sebuah pupuh, madyapada dituliskan pada awal pupuh-pupuh di antara pupuh awal dan pupuh akhir, wasanapada dituliskan pada akhir pupuh. Beginilah wujud dari purwapada, madyapada, dan wasanapada:

[caption id="attachment_264000" align="aligncenter" width="560" caption="Purwapada, madyapada, dan wasanapada."][/caption]

Jika anda perhatikan, ada titik-titik di antara purwapada, madyapada, dan wasanapada. Pada titik-titik itulah dituliskan "judul" atau menurut sekar macapat manakah bait-bait itu ditembangkan. Sebagaimana saya sampaikan dalam tulisan yang lalu, kata Pangkur ditulis di antara purwapada.

Purwapada, madyapada, dan wasanapada sebenarnya adalah aksara Jawa berstilir atau aksara Jawa yang "digayakan". Yang membedakan bentuk ketiganya adalah aksara-aksara yang diapit oleh aksara berstilir mangajapa. Pada purwapada, aksara yang diapit adalah aksara carakan ba dan aksara pasangan ca. Pada madyapada, aksara yang diapit adalah aksara murda na dan aksara pasangan da yang dirangkai dengan sandhangan cakra. Terakhir pada wasanapada, aksara yang diapit adalah aksara swara i. Untuk lebih jelasnya mari kita lihat gambar berikut:

[caption id="attachment_264005" align="aligncenter" width="490" caption="Bagian I purwapada."]

1378398310418141225
1378398310418141225
[/caption] [caption id="attachment_264008" align="aligncenter" width="490" caption="Bagian II purwapada."]
13783985011666532560
13783985011666532560
[/caption] Sebagaimana digambarkan di atas, aksara Jawa berstilir mangajapa sebenarnya terdiri dari aksara pasangan ma, aksara carakan nga, aksara pasangan ja, dan aksara carakan pa. Mangajapa berasal dari kata ajap/ajab, ngajap/ngajab, yang berarti pengharapan atau mengharap. Kemudian aksara berstilir mangajap itu mengapit aksara carakan ba dan aksara pasangan ca. Ba dan ca di sini dipakai untuk melambangkan maksud bêcik (baik, bagus). Jadi purwapada mangajapa baca itu berarti mangajap becik, mengharapkan yang baik. Memang sudah layak dan sepantasnya bila kita hendak memulai suatu pekerjaan, kita mengharapkan awal yang baik, proses yang baik, dan hasil yang baik pula.

Sekarang perhatikan bagian yang diapit oleh mangajapa dalam madyapada pada gambar berikut:

[caption id="attachment_264013" align="aligncenter" width="490" caption="Bagian dari madyapada."]

1378399813225255516
1378399813225255516
[/caption]

Bagian yang diapit mangajapa dalam madyapada adalah aksara murda na dan aksara pasangan da yang dirangkai dengan sandhangan cakra. Bagian ini dibaca ndra, kependekan dari mandrawa. Mandrawa berarti "jauh". Maksudnya, bait yang ditembangkan itu belum akan selesai, masih ada bait-bait berikutnya.

Sebagai penutup pupuh digunakan wasanapada. Aksara yang diapit mangajapa dalam wasanapada adalah aksara swara i:

[caption id="attachment_264015" align="aligncenter" width="490" caption="Bagian dari wasanapada."]

13784002701634385386
13784002701634385386
[/caption] Aksara swara i dalam wasanapada adalah kependekan dari iti yang berarti "demikianlah", selesai, paripurna, tamat. Jadi bila pada bait sudah terdapat wasanapada, pupuh tembang itu berakhir.

Sebagai contoh penulisan madyapada saya berikan Serat Wedhatama pupuh II, bait XV yang irama tembangnya Sekar Macapat Sinom:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun