Mohon tunggu...
Philipus RP
Philipus RP Mohon Tunggu... -

A simple individual trying to share a life reflection. For me, life is a journey. A journey without a journal will only enrich an individual. But to share is to be beneficial for self and other.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kuda yang bijaksana

16 Oktober 2015   09:42 Diperbarui: 16 Oktober 2015   09:42 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Akhirnya dengan perjuangan keras, si kuda putih pun makan sedikit. Sekedar untuk mengganjal perutnya yang kosong.

Keesokan harinya, kuda putih itu mulai memahami maksud perkataan kuda tua kemarin. Manusia itu meletakkan beban di punggungnya lalu melecutnya dengan cemeti. Kuda putih itu pun berteriak kesakitan namun manusia itu terus memukulinya dan memaksanya berjalan.  

Manusia itu adalah seorang petani yang sehari-harinya mengantar hasil panen ke kota dengan menunggangi kuda. Kuda tuanya telah terlalu lemah untuk mengantarkannya menempuh jarak yang jauh. Hal itu memaksanya untuk mencari kuda baru yang dapat menggantikan pekerjaan itu. 

Siang itu amat terik. Ditambah dengan beban berat di punggungnya serta lecutan cemeti, kuda putih itu merasa seperti berada di neraka. Dia terus menjerit kesakitan, namun sang petani seolah tidak memedulikannya sama sekali. 

Setelah perjalanan yang penuh penderitaan itu, akhirnya mereka tiba di kota. Sang petani menambatkan kuda putihnya lalu menata barang dagangannya di sebuah meja. Tak berapa lama kemudian, muncul pangeran bersama dengan pasukan kerajaan yang menunggangi kuda. Mereka tampak gagah dan cantik karena dihiasi dengan berbagai aksesoris. Kuda putih itu pun merasa sedih kenapa dirinya tidak ditakdirkan menjadi salah satu dari kuda kerajaan itu. 

Menjelang sore, petani itu pun membereskan barang-barangnya lalu menunggangi kudanya untuk pulang. Perjalanan jauh dan menyakitkan itu pun terjadi lagi. Si kuda putih terpaksa menuruti kehendak tuannya dan berjalan dengan gontai sampai ke kandangnya.

Karena lelah dan lapar, kuda putih itu pun terpaksa memakan makanan tidak enak yang disediakan untuknya. Hari demi hari penuh penderitaan pun berlangsung. Si kuda putih akhirnya mencurahkan isi hatinya kepada sang kuda tua.

"Seandainya saja macan sial itu tidak muncul, mungkin aku masih bisa hidup bebas di hutan dan makan rumput-rumputan segar." Kuda putih itu pun meratap 

"Terima saja nasibmu anak muda, dulu aku juga sepertimu. Tak ada harapan lagi. Petani itu sangat kejam." Si Kuda tua menimpali dengan ketus.

"Kenapa aku tidak terlahir saja sebagai salah satu dari kuda istana itu. Aku pasti akan mendapatkan perawatan dan makanan terbaik."

"Hahaha.. Dasar kuda dungu. Coba lihat dirimu. Pantaskah kau menjadi kuda istana?" Kuda tua itu pun terpingkal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun