Dalam kegelapan sunyi, sesosok makhluk baru keluar di ujung pipa pembuangan. Kulitnya putih pucat, bibirnya merah menyala, rambutnya hijau.Â
Malam itu, Arthur Fleck telah mati. Sebagai gantinya, lahirlah Joker.
Kesialan demi kesialan dalam sehari dapat memicu perombakan kepribadian besar-besaran pada diri seseorang. Alan Moore, penulis The Killing Joke, merangkumnya dengan sebuah kalimat bernas.Â
"All it takes is one bad day to reduce the sanest man alive to lunacy."
Terjemahan bebasnya kira-kira "Hanya butuh satu hari sial untuk mereduksi seorang waras menjadi gila."Â
Joker senantiasa beroperasi untuk membuktikan teori itu.
Kejahatan pertamanya adalah menembak Barbara Gordon dan membuatnya lumpuh. Sementara itu, ayahnya, Kompol James Gordon, disiksa secara fisik dan psikis. Tujuannya cuma satu: membuktikan bahwa satu hari penuh kesialan akan mengubah komisaris Gordon menjadi seperti dia.
Lebih dari Sekadar Gila
Meskipun dijuluki penjahat super (super-villain), Joker tidak memiliki kekuatan super apapun. Ia hanya terampil menggunakan belati. Namun, itu semua dikompensasi dengan kecerdasan muslihat dan rekayasa sosial yang super.Â
Ia mampu memanipulasi dan menggerakkan massa untuk mengikuti permainan caturnya.
Banyak karakter penting berhasil dipelintirnya. Dalam The Dark Night, Harvey Dent, tumpuan harapan keadilan Gotham, disesatkannya dari jalan kebenaran. Bahkan, Batman terpaksa keluar dari zona integritasnya demi menggunakan aplikasi komputer yang dilarang.
Dalam kaitannya dengan Batman, Joker merupakan antitesisnya. Ia merepresentasikan chaos, yang menghamba kepada satu tujuan utopis: musnahnya seluruh tatanan sosial. Sebaliknya, Batman mewakili order.