Mohon tunggu...
Philip Manurung
Philip Manurung Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar

lahir di Medan, belajar ke Jawa, melayani Sulawesi, mendidik Sumatera; orang Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sekolah, Tempat Menyemai Generasi Tahan Gempa

5 Agustus 2019   12:17 Diperbarui: 5 Agustus 2019   12:18 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kagama dan FT-UGM membangun sekolah tahan gempa. Sumber: detik.com

Dan terjadi lagi . . .

Untuk kesekian kalinya bencana alam mengguncang negeri ini. Sebuah gempa bermagnitudo 6,9 SR dengan kedalaman 48 kilometer di sebelah Barat Daya Pandeglang menggetarkan Lampung hingga Jawa Timur. Enam orang dipastikan meninggal akibat gempa tersebut.

Frekuensi gempa di Nusantara meningkat dalam beberapa tahun belakangan. Selama tahun 2018 sebanyak 11.577 kejadian gempa terdeteksi oleh Pusat Gempa Nasional BMKG, 23 di antaranya berdampak merusak. Jumlah ini naik dibandingkan tahun 2017 yang "cuma" 19 kali.

Kita masih mengingat beberapa di antaranya. Pada 29 Juli 2018, pulau Lombok diguncang gempa berskala 6,4, diikuti sejumlah gempa susulan. Rentetan itu mengakibatkan 555 orang meninggal dan ribuan rumah rusak.

Tiga bulan berselang, pada 28 September, giliran Palu, Donggala dan Sigi di Sulawesi Tengah dilanda gempa dengan magnitudo 6,0 dan 7,5 SR. Tsunami dan likuifaksi yang ditimbulkan mengakibatkan korban 2.000 jiwa, lebih dari 1.000 orang hilang, dan ribuan rumah rusak. Butuh beberapa bulan untuk memulihkan infrastruktur yang vital.

Sekolah (Seharusnya) Tempat untuk Berlindung

Bencana gempa tidak hanya berdampak pada aspek kesehatan dan perekonomian, tetapi juga pendidikan. Gempa Lombok merusak 1.171 sekolah sehingga 218.224 siswa kesulitan belajar. Sementara itu, gempa dan tsunami Palu menyebabkan 1.299 sekolah rusak dan 262.579 siswa terdampak.

Semua data ini seharusnya mengguncang kepedulian generasional kita. Apakah kita telah sungguh-sungguh serius menjaga keberlangsungan generasi kita? Sejumlah opini memperkirakan korban jiwa seharusnya dapat ditekan. Mungkin ada benarnya, sebab sejauh pengamatan saya, generasi muda kita tidak siap menghadapi bencana.

Luka-luka dan kematian akibat gempa umumnya disebabkan oleh dinding atau atap yang roboh, pecahan cermin, gelas, dan kaca, atau reruntuhan dari langit-langit. Karena itu, para ahli menyarankan, bila sedang berada dalam ruangan pada waktu gempa mengguncang, kita harus segera mempraktikkan MBP, yaitu MERANGKAK (di lantai), BERLINDUNG (di bawah meja) dan PEGANGAN (memegangi kaki meja).

Sumber: shakeout.org
Sumber: shakeout.org

Namun, tidak banyak dari kita terlatih dengan insting tersebut. Banyak korban terluka karena berusaha lari keluar selama guncangan gempa. Jika kita saja tidak terlatih, bagaimana lagi anak-anak kita?

Generasi Asing Lebih Tahan Gempa?

Dalam artikel saya sebelumnya, "Membangun Generasi Penyintas Bencana", telah saya sampaikan bahwa untuk membangun generasi penyintas bencana diperlukan usaha-usaha pedagogis yang rutin dan sistematis. Karena itu, sekolah merupakan tempat persemaian terbaik bagi generasi penyintas gempa. Kita dapat belajar dari negara-negara maju yang lain.

Sejak gempa besar di tahun 1995, sekolah-sekolah dasar di Jepang secara rutin mengadakan simulasi (drill) darurat gempa. Di dalam kelas, para murid mengasah insting MBP. Setelah guncangan berhenti, guru memimpin anak-anaknya keluar dari bangunan dan mengabsen mereka di zona aman.

Kadangkala simulasi tersebut ditambah skenario kebakaran. Tentu saja lokasi sumber api imajiner dirahasiakan. Tujuannya agar guru dan murid waspada dengan bahaya sekunder gempa dan belajar menggunakan Alat Pemadam Api Ringan (APAR).

Setelah sampai di zona aman, murid-murid diminta tetap tinggal di sekolah bersama guru mereka. Berbahaya bila mereka pulang ke rumah sebab sesuatu yang buruk mungkin menimpa rumah mereka dan keluarga mereka menjadi korban.

Di negara Paman Sam, simulasi bencana gempa diselenggarakan secara massal. Di sana dikenal program akbar "The Great Central U.S. ShakeOut". Setiap individu, komunitas, sekolah atau organisasi diundang untuk berpartisipasi di dalamnya; anak-anak hingga dewasa.

"ShakeOut Drill" tahun ini dijadwalkan pada 17 Oktober pukul 10:17 waktu setempat. Artinya, pada saat itu setiap peserta, di manapun ia berada (rumah, sekolah, mall, kantor), harus segera Merangkak, Berlindung, dan Pegangan (Drop, Cover, Hold On) seolah-olah sebuah gempa besar tiba-tiba terjadi. Selama 60 detik mereka harus bertahan dalam posisi itu.

Menyemai Generasi Tahan Gempa

Bagaimana metode terbaik untuk mengimplementasikan kesiapsiagaan bencana di sekolah-sekolah di negeri kita? Mungkin kita tidak perlu meniru apa yang dilakukan di luar sana. Kita hanya perlu memaksimalkan apa yang telah kita punya.

Kita telah lama mengenal gerakan Pramuka sebagai kegiatan ekstrakurikuler di sekolah-sekolah negeri dan swasta. Namun, sepertinya organisasi kepanduan ini kurang dimaksimalkan untuk menjadi pelopor penyintas bencana di masyarakat. Berdasarkan pengamatan di kota saya, acara kepanduan di sekolah-sekolah melulu diisi kegiatan baris berbaris, kebersamaan, dan permainan ketangkasan.

Maka, kita menyambut baik kegiatan Latihan Search and Rescue Nasional (LATSARNAS) yang diadakan sejak 2014. Dalam pelatihan tersebut, kader-kader Pramuka terpilih dibekali dengan berbagai keahlian tanggap darurat bencana, termasuk membuat tandu siaga bencana untuk mengevakuasi korban ke tempat yang aman. Yang harus dipikirkan sekarang, bagaimana program selektif tersebut bisa berdampak masif.

Syukurlah, pada bulan Februari yang lalu Presiden telah memberikan arahan untuk meningkatkan edukasi kebencanaan melalui guru, masyarakat, dan pemuka agama. Menindaklajuti arahan tersebut, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bersama Kemdikbud dan Kwarnas Pramuka merumuskan konsep implementasi Satuan Pendidikan Aman Bencana (SPAB) melalui gerakan Pramuka di seluruh sekolah di daerah rawan bencana.

Kita menantikan hasil terbaik dari kebijakan tersebut. Yang jelas, kemitraan dengan Pramuka merupakan langkah jitu untuk membuat edukasi kebencanaan ini menjadi masif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun