Sebelumnya saya meminta maaf bila judul tulisan ini agak vulgar.
Mau bagaimana lagi? Berputar-putar mencari istilah yang tepat, tetapi tidak kunjung ketemu. Terkadang, urgensi dan signikansi suatu isu tidak boleh dikompromikan dengan eufemisme. Hanya frasa yang vulgar yang pantas dipakai untuk membeberkan praktik yang tidak senonoh, bukan?
Tulisan ini berangkat dari keresahan saya terhadap pola kampanye yang marak di negeri kita belakangan ini. Kampanye yang kemarin seakan menjadi gongnya.
Menurut saya, kampanye pamungkas dari salah satu kubu capres kemarin lebih menyerupai sebuah ajang "onani politik" ketimbang orasi yang menginspirasi. Mengapa demikian?
Potret "Onani Politik" dalam Kampanye Akbar
Hari Minggu adalah hari yang sakral---harinya Tuhan---bagi orang Kristen. Kebetulan, salah satu capres kita, yang membanggakan bahwa ibunya adalah Kristen, memilih mengisi hari itu dengan menggelar sebuah kampanye akbar. Tampaknya ia begitu bernafsu menjadi presiden sehingga melupakan nasihat ibunya untuk menguduskan hari Sabat.
Sejak awal sang capres seakan ingin cepat memperoleh kepuasan. Ia memulai dengan meminta panitia mengonfirmasi jumlah peserta yang hadir. Ekspektasinya 1 juta orang.Â
Begitu konfirmasi sesuai ekspektasi, ia langsung mendeklarasikan bahwa kampanye itu adalah "rapat politik terbesar sepanjang sejarah Republik Indonesia". "Orgasme" pertama pun tercapai.
Puas dengan yang pertama, ia bernafsu mengejar yang berikut-berikutnya. Dalam onani, maaf, orasinya, ia tak segan memuncratkan aneka kritik anti-pemerintah. Segala topik dan isu diarahkan untuk memuaskan syahwatnya. Ia mengumpat "Ndasmu!" terhadap pertumbuhan ekonomi 5% yang dicapai oleh bangsa kita. Menurutnya, Indonesia telah dirampok asing Rp 2000 triliun. Nama KPK pun dicatut untuk membenarkan delusinya. Kurang puas, ia melontarkan kesimpulan bahwa "ibu pertiwi sedang diperkosa".
Politisi dan para pendukung yang berdiri di kubunya seolah tidak ingin ketinggalan. Ramai-ramai mereka memuaskan "birahi" sang capres atau kelompok agamis mereka. Wakilnya memuja-muji sang mantan jenderal sebagai lelaki sejati yang tidak pernah ingkar janji. Kendati jauh panggang dari api, yang lain menyanjung keislaman sang capres. Yang lain lagi mengklaim bahwa segenap alim ulama mendukung mereka. Ada pula yang bahkan berani mengklaim Tuhan sendiri turun tangan mendukung mereka. Buktinya? Ada awan berlafal nama-Nya di langit di atas mereka.