Mohon tunggu...
Philip Manurung
Philip Manurung Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar

lahir di Medan, belajar ke Jawa, melayani Sulawesi, mendidik Sumatera; orang Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Maaf, Hanya Seorang Gentleman yang Dapat Menggerakkan "People Power"

3 April 2019   13:01 Diperbarui: 4 April 2019   09:35 539
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Laki-laki lemah adalah masalah."

Kelemahan yang saya maksud tentu bukan soal kecacatan secara fisik, melainkan secara mental. Laki-laki lemah tidak dapat memegang tanggung jawab atau janji. Manusia semacam ini akan menjadi beban bagi masyarakat. Jika seorang tidak dapat menanggung dirinya sendiri, maka orang lain harus melakukannya.

Akhir-akhir ini saya melihat banyak laki-laki kehilangan maskulinitasnya dan menjadi laki-laki lemah. Mereka adalah laki-laki yang selalu menghindari konflik, tidak dapat mengambil keputusan, lenient, happy-go-lucky, selalu menyalahkan situasi, selingkuh dan abusive. Angka perceraian di Sulawesi Utara pada tahun 2018 yang lalu mencapai 1.706. Alasan klasik perceraian, yaitu tidak terpenuhinya kebutuhan batin dan perselingkuhan, mengindikasikan satu hal: banyak laki-laki lemah.

Contoh populer terbaru yang dapat saya berikan adalah seorang laki-laki tua yang mengancam akan menggerakkan "people power". Bah!

Ancaman ini berasal dari orang yang sama yang pernah bernazar akan berjalan kaki dari Yogyakarta ke Jakarta jika Joko Widodo terpilih menjadi Presiden RI pada 2014 yang lalu. Sampai pak Jokowi hampir purnabakti dari periode pertamanya, orang itu tidak kunjung melaksanakan janjinya.

Kaum feminis akan dengan senang hati mengangkat kasus ini sebagai bukti bahwa ambisi maskulin hanya membawa bahaya bagi seluruh masyarakat. Maka, sifat agresif dan ambisius laki-laki harus direduksi demi keberlanjutan (sustainability) masyarakat.

Bila Maskulinitas Direduksi

Agresi, kekerasan, ambisi yang tak terkendali sering sekali dikorelasikan dengan gejala "maskulinitas berlebih" (over-masculinity). Orang Batak menyebutnya "sipanggaron". Untuk meredam gejala ini, laki-laki harus dibuat kurang maskulin. Dengan kata lain, laki-laki harus dibuat lebih feminin sejak kecil.

Sekolah-sekolah internasional banyak mengadopsi paradigma pendidikan dari Amerika yang telah diresapi prinsip kesetaraan gender. Guru-guru yang diimpor atau lulus dari sana meyakini hal ini: laki-laki dan perempuan setara dalam segala hal. Para orang tua harus mewaspadai hal ini.

Di negara penembakan massal itu, anak-anak laki-laki selalu dicap sebagai "biang kekerasan". Karena itu, mereka diajar untuk lebih halus, berperasaan, dan tidak malu untuk mengambil peran-peran tradisional perempuan. Permainan "dodgeball" dilarang di sekolah-sekolah karena dianggap mengajarkan kekerasan. Kepada mereka diajarkan bahwa hasrat untuk berkompetisi adalah sesuatu yang buruk.

Solusi ini tidak hanya salah tetapi berbahaya. Salah karena logikanya, laki-laki akan menjadi baik bila mereka berhenti menjadi jahat. Laki-laki jahat tidak akan menjadi baik bila mereka berhenti menjadi laki-laki. Berbahaya karena menghilangkan sifat maskulin dari laki-laki hanya akan menimbulkan kekacauan yang baru.

Kekacauan di dalam masyarakat terjadi ketika laki-laki bingung dengan arti hidup dan perannya di dunia. Manusia dibekali dengan insting untuk mencari arti hidup. Insting itu paling nyata terlihat ketika manusia mengusahakan dirinya semakin kompeten. Dengan menciptakan kompetisi, laki-laki akan lebih berfungsi dan efektif.

Kita tidak boleh lupa bahwa dominasi yang membawa kehancuran juga memungkinkan laki-laki melawan tirani. Jika para mahasiswa tidak mengekspresikan dominasi mereka ke gedung DPR pada tahun 1998, rezim Suharto tidak akan tumbang. Ambisi yang menumbuhkan keserakahan juga yang telah membangun ekonomi. Pergerakan positif IHSG dipicu oleh ambisi sejumlah pria. Agresi yang mendorong laki-laki melakukan hal-hal yang bodoh juga yang mendorong laki-laki melakukan aksi-aksi heroik.

Agresi, dominasi, dan ambisi merupakan software bawaan dari kepribadian seorang pria. Fitur ini hanya dapat diarahkan dan dikendalikan. Bila telah terkendali, sifat-sifat tersebut dapat menjadi alat bagi kebaikan, bukan kejahatan.

Perlu Lebih Banyak "Gentleman" di Negeri Ini

Jawaban yang seharusnya untuk menanggapi ancaman People Power dari laki-laki yang ambisius bukanlah dengan mengurangi maskulinitas laki-laki, melainkan memperbaiki maskulinitas. Kita perlu maskulinitas yang terkendali. Apa itu? Seorang "gentleman"

Kata "gentleman" merujuk kepada pria terhormat. Seorang "gentleman" membukakan pintu bagi wanita. Seorang "gentleman" bekerja keras untuk menyediakan kebutuhan bagi keluarganya. Seorang "gentleman" bertaruh nyawa untuk membela negaranya.

Masalah dalam masyarakat kita hari ini bukanlah laki-laki yang terlalu maskulin, melainkan banyak laki-laki bukan "gentleman". Bila seorang pria memberdayakan maskulinitasnya dengan cara yang sehat dan produktif, mereka menjadi pemimpin dan pahlawan.

Sebaliknya, laki-laki yang mereduksi maskulinitasnya akan lari dari tanggung jawab dan menimbulkan kerusakan besar bagi keluarga dan masyarakat. Studi menunjukkan, anak-anak yang tumbuh tanpa ayah akan rentan terlibat dalam geng atau hamil di luar nikah. Sebagian besar penjahat di dalam penjara tidak memiliki hubungan yang baik dengan ayah kandungnya.

Reduksi atas maskulinitas pria tidak akan menghasilkan happy-ending karena laki-laki yang pasif tidak dapat menghentikan kejahatan. Laki-laki yang pasif akan membiarkan laki-laki yang jahat. Laki-laki yang pasif tidak dapat membela, melindungi, atau menyediakan kebutuhan keluarga. Laki-laki yang pasif tidak dapat memimpin. Laki-laki yang pasif tidak berjuang. Laki-laki yang pasif tidak menjadi pahlawan.

Kita memerlukan lebih banyak "gentleman".

Hanya Laki-Laki Kuat yang Dapat Menggerakkan People Power

Keluarga yang sehat dan masyarakat yang kuat bergantung pada kepemimpinan dan keberanian dari pria maskulin sejati.

Kaum wanita menginginkan pria sejati; pria yang dapat diandalkan; pria yang menjadi rujukan. Ketika mengandung, perempuan bergantung kepada pria SiAGa (siap, antar, jaga). Tidak ada wanita yang tertarik kepada pemuda pasif yang malah bergantung kepadanya. Anne Fortier, penulis novel kenamaan dari Kanada berkata, "Only weak men want women to be weak." Fakta ini bukan hasil bentukan sosial. Ini sudah tercetak di dalam DNA.

Negara bergantung kepada kepemimpinan dan keberanian dari pria maskulin sejati.

"People Power" yang terjadi di Filipina dipicu oleh kematian Senator Benigno Aquino yang ditembak di bandara pada 21 Agustus 1983. Kematian laki-laki kuat itu membangkitkan keberanian istrinya, Corazon Aquino, untuk mengklaim kembali demokrasi bagi Filipina.

Namun, adalah seruan dari Kardinal Sin yang memicu demonstrasi yang kini dijuluki "People Power" itu. Ribuan orang tumpah-ruah di EDSA (Epifanio de los Santos Avenue) menjawab panggilan dari seorang gentleman yang bahkan tidak mengenal wanita tersebut.

Sumber: inquirer.net
Sumber: inquirer.net

Jadi, Anda sekarang melihat bahwa laki-laki yang lemah tidak dapat memicu sebuah People Power. Only a gentleman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun