Mohon tunggu...
Philip Manurung
Philip Manurung Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar

lahir di Medan, belajar ke Jawa, melayani Sulawesi, mendidik Sumatera; orang Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Sudahkah Saatnya Klub Sepak Bola Melantai di BEI?

8 Maret 2019   09:06 Diperbarui: 8 Maret 2019   09:49 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Untuk pertama kali, sebuah situs berita pasar modal melansir berita utama bertema olahraga. CNBC Iindonesia menulis: saham Juventus mengalami kenaikan berulang (reli) mencapai 3,73% (7/3/2019).

Aksi beli investor dipicu oleh harapan bahwa si Nyonya Tua akan menjadi scudetto Serie A musim ini. Diketahui, per 4 Maret 2019, Juventus telah memimpin klasemen dengan perolehan nilai 72, terpaut 16 poin dengan Napoli di peringkat kedua.

Tren klub sepakbola masuk bursa efek memang sudah terjadi di Eropa. Manchester United, Juventus, AS Roma, Borussia Dortmund, dan SS Lazio adalah contoh-contohnya. Nilai kapital yang terlibat sangat besar. Buktinya, Erick Thohir dapat mendulang Rp 2,4 triliun "hanya" dengan menjual 31,05% saham Inter Milan.

Tergiur dengan manisnya profit klub-klub beken mancanegara, sejumlah klub sepakbola dalam negeri juga ingin memasuki bursa saham. Tidak kurang dari Bali United dikabarkan akan segera melantai di Bursa Efek Indonesia (cnbcindonesia; 18/2/2019). Skenario penawaran publik perdana (IPO) pun telah dirancang. Lama sebelumnya, Persija dan Persib Bandung juga pernah mengungkapkan niatan tersebut.

Apakah memang sudah saatnya klub sepakbola di Indonesia terjun ke pasar modal? Marilah kita melihat sejumlah implikasi positif dan negatifnya.

Dunia saham kian intim dengan generasi milenial. Dilansir dari Bisnis Indonesia, dari 1,4 juta investor baru di Indonesia, setengahnya ternyata tergolong usia milenial (22/9/2018). Banyak di antara mereka merupakan penggemar sepakbola. Masuknya sektor sepakbola ke dalam katalog emiten BEI tentu akan disambut baik.

Dari sisi klub sepakbola itu sendiri, langkah ini tentu akan mendatangkan banyak keuntungan. Dana segar akan mengalir deras. Selama ini pemasukan klub sepakbola umumnya mengharapkan dana dari Pemda, penjualan tiket, atau penjualan cenderamata.

Dana yang didapat dari penawaran publik dapat dipakai untuk berbagai macam investasi klub: membeli pemain, operasional klub, membangun stadion, atau produksi merchandise. Tentu, semua pengambilan keputusan besar harus diputuskan melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). 

Ini adalah sedikit perubahan yang harus dimaklumi manajemen bila nanti klub sepakbola menjadi emiten saham.

Beban resiko lebih banyak berada di pundak investor. Para trader sudah mafhum bahwa pergerakan nilai suatu saham sangat dipengaruhi faktor fundamental dan teknikal perusahaan yang bersangkutan. Kepala Riset Paramitra Alfa Sekuritas, Kevin Juido, memperingatkan adanya beberapa risiko dari sektor sepakbola, khususnya dari sisi fundamental (kontan.co.id; 22/2/2019). Calon investor harus benar-benar memahami laporan keuangan, kondisi utang klub, dan reputasi klub.

Sekilas mengenai Bali United: klub ini dimiliki oleh pengusaha Pieter Tanuri, pemilik produsen ban, PT Multistrada Arah Sarana Tbk., yang juga terdaftar di BEI dengan kode MASA. Pada 22 Januari lalu 80% sahamnya telah dibeli Michelin, perusahaan ban dari Perancis. Begitulah gambaran apa yang bisa terjadi bila klub sepakbola terdaftar di bursa saham.

Secara teknikal, selain mengamati grafik candle-light, nantinya para trader juga harus sering-sering melihat papan skor klasemen. Nilai saham klub bisa bearish atau bullish drastis setelah satu pertandingan. Apa yang terjadi pada saham Juventus bisa menjadi sebuah success-story atau default-story.

Jadi, apakah ini saat yang tepat bagi klub sepakbola merumput di BEI?

Beberapa tahun belakangan ini  dunia sepakbola Indonesia diselimuti beragam masalah. Belum lama PSSI keluar dari kemelut internal, kini tersandung lagi dengan skandal pengaturan skor. Di samping itu, konflik antar-pendukung klub dan kemandulan prestasi seolah-olah sudah mendarah daging. Reputasi persepakbolaan kita cukup tidak kondusif bagi bursa saham.

Bila klub dan investor ingin mendapat keuntungan yang maksimal dari perdagangan saham, faktor-faktor fundamental persepakbolaan harus dibenahi terlebih dahulu: reformasi di tubuh PSSI harus dituntaskan, proses regenerasi pemain sepakbola dijalankan, relasi antar-pendukung klub dipayungi. Semua ini bergantung pada keseriusan Pemerintah.

Era baru sepakbola bersaham Indonesia tidak terhindarkan. Namun, sepertinya klub sepakbola harus menunggu timing yang lebih tepat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun