Mohon tunggu...
Philip Manurung
Philip Manurung Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar

lahir di Medan, belajar ke Jawa, melayani Sulawesi, mendidik Sumatera; orang Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Organisasi Relawan Politik: Tangan Kiri yang Semakin Dominan

11 Februari 2019   19:09 Diperbarui: 12 Februari 2019   01:50 511
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bahkan, di antara relawan-relawan politik satu kubu tidak selalu terdapat visi dan misi yang sama. Seringkali terjadi konflik kepentingan di antara para relawan yang memiliki agenda masing-masing. Ketua Umum Garuda Emas, Dody Panjaitan, di Rumah Aspirasi Prabowo/Sandi sampai harus mengingatkan agar sesama relawan tidak saling sikut (Elshinta.com, 02/02/2019).

Bagaimana perangkat undang-undang meredam gejala negatif ini?

Pasal 269 dari UU Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum merumuskan pelaksana kampanye Pemilu terdiri atas "pengurus Partai Politik atau Gabungan Partai Politik pengusul, orang-seorang, dan organisasi penyelenggara kegiatan yang ditunjuk oleh Peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden." Tim kampanye ini kemudian "harus didaftarkan pada KPU, KPU Provinsi, dan KPU Kabupaten/Kota" (Pasal 272).

Dalam kontestasi Pilpres 2019, Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin menyebut ada 501 kelompok relawan yang mendukung pasangan tersebut pada Pilpres 2019 (Tirto.id, 26/09/2018). Sementara itu, Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) mengklaim sudah ada 450 lebih kelompok relawan (Kabar24.com, 23/11/2018).

Namun, hanya sebagian kecil dari organisasi relawan itu yang didaftarkan sebagai bagian dari tim kampanye. Sedangkan, larangan yang dirinci dalam Pasal 280 hanya dapat dikenakan pada "Pelaksana, peserta, dan tim Kampanye Pemilu." Akibatnya, Bawaslu tidak dapat menghukum calon atau partai tertentu semisal didapati kampanye hitam oleh kelompok relawan yang tidak terdaftar. Padahal, bisa jadi kelompok itu merupakan tangan kiri partai di bawah meja. Begitupun, seharusnya kejahatan mereka dapat dibuktikan bila aliran dana yang bersangkutan ditelusuri.

Menurut hemat saya, Pasal 269 dapat dipertajam. Struktur, jumlah, dan ideologi ORP perlu juga diatur dalam regulasi. Segala tindakan kelompok relawan yang didaftarkan merupakan tanggung jawab tim kampanye yang diawasi oleh Bawaslu. Celah-celah lain juga dapat ditambal. Kita dapat mencontoh rincian di negara bagian Montana, Amerika, yang melarang relawan memakai atau menunjukkan emblem-emblem apapun yang dapat mempromosikan kandidat junjungannya pada hari pencoblosan.

Wajah Masa Depan Demokrasi Kita

Lantas, bagaimana masa depan organisasi-organisasi relawan politik dalam konteks demokrasi di Indonesia? Apakah keberadaan mereka akan terus dibutuhkan?

Saya sependapat dengan Hasanuddin Ali, Direktur Alvara Research Center. Ia meyakini, meskipun pada Pilpres 2019 koalisi parpol pendukung Jokowi semakin gemuk, tetapi peran relawan akan tetap dibutuhkan (Tirto, 17/9/2018). Sebabnya, Pilpres kali ini berbarengan dengan Pileg.

Logistik dan sumberdaya manusia parpol akan terkuras untuk memenangkan kursi parlemen sehingga mengurangi kinerja penjaringan suara untuk Pilpres. Sementara itu, kontestasi Pilkada dan Pileg yang semakin individualistis dan nepotis mengurangi kebergantungan pada parpol. Akibatnya, uluran tangan kiri dari kelompok relawan politik semakin dibutuhkan.

Pada gilirannya, posisi tawar ORP akan semakin besar seiring kebergantungan terhadap potensinya semakin meningkat. Organisasi relawan dengan massa cukup besar bisa saja menjelma menjadi partai politik tersendiri untuk menjadi wahana bagi sang ketua. Bisa juga komunitas itu berbalik menjadi kekuatan oposisi bila ia merasa dirugikan atau kecewa dengan figur panutannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun