Mohon tunggu...
Phadli Harahap
Phadli Harahap Mohon Tunggu... Freelancer - Aktif di Komunitas Literasi Sukabumi "Sabumi Volunteer"

Seorang Ayah yang senang bercerita. Menulis dan Giat Bersama di sabumiku.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

PR bagi Siswa dan Win-Win Solution Guru dan Orang Tua

4 November 2022   17:22 Diperbarui: 7 November 2022   01:15 882
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perdebatan PR diperlukan atau tidak bisa dikaji dengan melihat bagaimana orang tua bereaksi ketika anak tidak mampu mengerjakannya. 

Kalau orang tua malah menjadi darah tinggi dan tak mampu membantu anak-anak menyelesaikan pekerjaan rumah. Sudahlah serahkan saja ke guru. Biar mereka belajar di sekolah saja daripada malah bikin anak-anak trauma melihat orang tuanya emosi jiwa.

PR Dibutuhkan Siswa Jika Orang Tua Senang juga Mengerjakannya

Pertanda baik bagi anak kalau orang tua ternya suka mengerjakan PR. Karena tidak akan ada angkara murka di rumah. Tidak ada episode drama menangis tersedu sedan takut dimarahi Ayah dan Ibu. 

Syukur-syukur PR dikerjaan oleh orang tua tercinta saja. Jadi, anak bisa tenang dan orang tua bisa belajar seperti masa sekolah lain.

Win-Win Solution Tanggung Jawab Mengerjakan PR Antara Guru dan Orang Tua

Ada jargon yang kerap dibicarakan oleh guru atau pihak sekolah. Pendidikan bukan hanya diserahkan kepada guru tetapi juga menjadi tanggung jawab orang tua. 

Nah, sayangnya jargon itu melupakan posisi sang anak yang tidak dilibatkan dalam tanggung jawab diri mereka sendiri.

Kalau sudah begitu, sudahlah berdamai saja, PR dikerjakan oleh orang tua dan guru. Anak sudah lelah belajar, masa dikasih PR lagi ketika selesai dari kegiatan di sekolah. Ini win-win solution yang menarik bukan? Menarik bagi anak-anak, tentu saja.

Begitulah, perdebatan PR tidak akan berakhir dan deritanya tiada akhir bagi siswa. Karena lupa akan hakikat pendidikan itu sendiri dan tidak sadar tentang apa yang dibutuhkan anak sebenarnya. 

Hal yang paling penting malah lupa memiliki anak yang perlu diperhatikan dan didampingi.

Sehingga ketika pulang ke rumah tak sempat bercengkerama dan berkomunikasi dengan mereka. Lupa pula kalau anak-anak adalah buah cinta dari kedua orang tua.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun