Mohon tunggu...
Phadli Harahap
Phadli Harahap Mohon Tunggu... Freelancer - Aktif di Komunitas Literasi Sukabumi "Sabumi Volunteer"

Seorang Ayah yang senang bercerita. Menulis dan Giat Bersama di sabumiku.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

PR bagi Siswa dan Win-Win Solution Guru dan Orang Tua

4 November 2022   17:22 Diperbarui: 7 November 2022   01:15 882
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: orangtua membimbing anaknya mengerjakan PR. (sumber: pixabay.com/Helmut H. Kroiss)

Idealnya pekerjaan rumah (PR) sebagai salah satu metode pembelajaran dari guru kepada siswanya dengan tujuannya agar siswa mampu lebih memahami materi pelajaran. Caranya dengan mengulang belajar di rumah. Begitu yang seharusnya terjadi.

Namun, pada praktiknya sangat berbeda. PR menjadi tugas seperti pekerjaan yang menjadi beban bagi siswa. Apesnya PR yang diberikan guru terlalu banyak dan sulit untuk diselesaikan. Jadilah kecil-kecil sudah "kerja".

Kalau tidak dikerjakan, mereka takut akan mendapat hukuman di sekolah. Selain itu, bisa menjadi sumber malapetaka bagi anak-anak dimarahi orang tua, disebabkan dianggap terlalu bodoh karena tidak mampu menyelesaikan pekerjaan rumah.

Belum lagi tugas yang seabrek membuat siswa kehabisan waktu menyelesaikannya dan tidak punya kesempatan untuk melakukan kegiatan lainnya. Kapan waktunya anak-anak bermain? Waktu senggang semakin sulit diraih.

Pada akhirnya Pekerjaan Rumah berubah makna dari upaya untuk pemahaman dan pendalaman materi pelajaran malah menjadi bagian beban pikiran bagi anak-anak. 

Jadi, PR bukan lagi sebagai metode untuk meningkatkan kemampuan akademis mereka. Alasan tersebut kerap dijadikan alasan kalau PR semestinya tidak diberikan lagi kepada siswa.  

Sebagian sekolah sudah mengambil langkah untuk meniadakan Pekerjaan Rumah. Bahkan Walikota Surabaya membuat kebijakan akan menghapuskan pekerjaan rumah mulai 10 November 2022.

Harapannya demi membangun pertumbuhan karakter siswa dan memiliki waktu bersama orang tua. Karena jam sekolah dinilai terlalu panjang dan kegiatan sosial menjadi sangat berkurang.

Lalu, pertanyaannya apakah PR benar-benar tidak diperlukan? Mari kita cari jawabannya.

PR Tidak Diperlukan Jika Orang Tua Diindikasikan Gampang Darah Tinggi

ilustrasi: PR Bagi Siswa. (Sumber: Pixabay.com)
ilustrasi: PR Bagi Siswa. (Sumber: Pixabay.com)

Perdebatan PR diperlukan atau tidak bisa dikaji dengan melihat bagaimana orang tua bereaksi ketika anak tidak mampu mengerjakannya. 

Kalau orang tua malah menjadi darah tinggi dan tak mampu membantu anak-anak menyelesaikan pekerjaan rumah. Sudahlah serahkan saja ke guru. Biar mereka belajar di sekolah saja daripada malah bikin anak-anak trauma melihat orang tuanya emosi jiwa.

PR Dibutuhkan Siswa Jika Orang Tua Senang juga Mengerjakannya

Pertanda baik bagi anak kalau orang tua ternya suka mengerjakan PR. Karena tidak akan ada angkara murka di rumah. Tidak ada episode drama menangis tersedu sedan takut dimarahi Ayah dan Ibu. 

Syukur-syukur PR dikerjaan oleh orang tua tercinta saja. Jadi, anak bisa tenang dan orang tua bisa belajar seperti masa sekolah lain.

Win-Win Solution Tanggung Jawab Mengerjakan PR Antara Guru dan Orang Tua

Ada jargon yang kerap dibicarakan oleh guru atau pihak sekolah. Pendidikan bukan hanya diserahkan kepada guru tetapi juga menjadi tanggung jawab orang tua. 

Nah, sayangnya jargon itu melupakan posisi sang anak yang tidak dilibatkan dalam tanggung jawab diri mereka sendiri.

Kalau sudah begitu, sudahlah berdamai saja, PR dikerjakan oleh orang tua dan guru. Anak sudah lelah belajar, masa dikasih PR lagi ketika selesai dari kegiatan di sekolah. Ini win-win solution yang menarik bukan? Menarik bagi anak-anak, tentu saja.

Begitulah, perdebatan PR tidak akan berakhir dan deritanya tiada akhir bagi siswa. Karena lupa akan hakikat pendidikan itu sendiri dan tidak sadar tentang apa yang dibutuhkan anak sebenarnya. 

Hal yang paling penting malah lupa memiliki anak yang perlu diperhatikan dan didampingi.

Sehingga ketika pulang ke rumah tak sempat bercengkerama dan berkomunikasi dengan mereka. Lupa pula kalau anak-anak adalah buah cinta dari kedua orang tua.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun