Pengalaman berlibur di Pantai Kuta Mandalika adalah kenikmatan tiada dua dan tidak pernah terlupakan, masih terekam jelas diingatan bisa menyentuh langsung pasir merica dan melihat langsung para perempuan sedang menenun kain songket. Pada tahun 2012, setelah menuntaskan semua misi pekerjaan di Lombok, saya dan tiga orang teman ingin berwisata ke Pantai Senggigi. Namun rencana tersebut berubah setelah mendapatkan saran dari resepsionis hotel Giri Putri Lombok tempat kami menginap.
Resepsionis hotel tersebut menjelaskan kalau Senggigi terlalu ramai kunjungan wisatawan lokal maupun asing. Jika niatnya ingin bersantai dan menikmati keindahan alam, ia merekomendasikan untuk mengunjungi Pantai Kuta Mandalika, Lombok. Ia menerangkan bahwa Pantai Kuta adalah objek wisata alam dengan panorama yang cantik, memiliki putih yang berbeda, air laut dengan nuansa benar-benar sangat biru, dan bisa melihat bule berjemur di tepi pantai di sana.
Kami pergi ke pantai Kuta Mandalika dengan menyewa mobil yang dipesan atas saran pihak hotel juga. Lokasi hotel yang berada di Selaparang, pusat kota Mataram berjarak sekitar 50 km atau harus menempuh waktu selama 1 jam menuju pantai. Lalu, perjalanan dilakukan sekitar pukul 11.00 WITA ketika matahari sedang terang-terangnya.
Ternyata, oh ternyata perjalanan wisata kala itu sungguh sangat menarik. Karena niat awalnya hanya sekedar menginjakkan kaki di pantai, tetapi malah mengenal budaya lokal dan melihat proses kerajinan tangan secara langsung.
Mengenal Langsung Desa Wisata Sade, Belajar Menenun, dan Bersentuhan dengan Pasir Merica
Ketika menuju Pantai Kuta kami melewati Desa Sade Lombok yang ternyata sangat terkenal sebagai salah satu Kampung Tradisional Suku Sasak. Karena tetap mempertahankan tata cara kehidupan dan keaslian budaya lokal yang bermata pencaharian sebagai petani dan identik dengan perempuan yang menenun kain songket. Serta, rumah adat tampak dominan terbuat dari kayu berdinding ayaman bambu, dan atap alang-alang kering.
Setelah itu, sopir yang mengantar kami menawarkan untuk singgah ke sebuah Sentra Kerajinan Tenun. Dua orang teman perempuan saya pun mencoba untuk menenun sebentar di sana. Seorang penenun mengatakan bahwa  menurut kepercayaan orang Sasak, "Kalau perempuan sudah bisa menenun, berarti dia sudah siap untuk menikah."
Kedua teman saya pun semangat belajar menenun sembari berdoa, "Dekatkanlah jodohku ya Allah." Kami tidak lupa berkeliling area penjualan kain tenun yang didampingi pemandu lokal yang mampu menjelaskan mengenai budaya sasak, cara menenun kain, dan ragam jenis kain songket yang ada di sentra kerajinan tenun dengan baik. Setelah puas 30 menit berada di sana, waktunya pergi ke Pantai Kuta Mandalika. Â
Pada waktu itu, jalan  menuju Pantai Kuta lumayan mulus dan suasananya sepi. Jadi penasaran bagaimana perubahan kondisinya sekarang ini. Sehingga, perjalanan terasa lancar tanpa hambatan sama sekali. Lalu, sampailah di pantai yang berada di Desa Kuta, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah. Pajang garis pantai sepanjang 7,2 Kilometer.
Tak lama turun dari mobil, mulut tak kuasa ingin mengucap, "Subahanallah indah nian ciptaanNya." Sepertinya Pantai Kuta Mandalika Lombok ini ketika Tuhan terlampau bahagia, bukan sekedar cuma tersenyum. Iringan angin seoalah manarik tubuh dan jejak kaki di pasir putih seakan memaksa untuk menarik langkah segera beranjak ke tepi pantai.
Kemudian, deburan ombak menyambut kedatangan kami berganti-gantian. Benar kata resepsionis hotel tersebut bahwa pantai Kuta Mandalika memang cantik sekali. Sangkin terpana menatap menatap ke arah lautan, tak terasa sebelah sepatu milik teman saya hanyut digulung ombak.
Bentuk pasir di pantai ini bikin takjub karena butirannya sebesar biji Merica dan berwarna coklat kekuningan. Pasir yang unik dan dan merasakan sensasi yang berbeda ketika menginjaknya. Pasir merica menambah keindahan di antara balutan panorama bentang alam dan sentuhan terik mentari. Pantai Kuta sangat layak dikunjungi jika berkunjung ke pulau Lombok. Â Bahkan terlihat banyak wisatawan asing yang berjemur di sana. Wisatawan dari luar negeri tersebut tampak nyaman tiduran sambil menatap langit.
Menurut saya, kawasan Mandalika memang sangat berpotensi menjadi destinasi wisata unggulan Sehingga tidak heran, ketika ditetapkan menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika melalui Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2014 oleh pemerintah. KEK Mandalika mencakup wilayah dengan luas luas 1.035,67 ha di Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat.
KEK Mandalika berfokus pada pengembangan zona wisata. Untuk menyokong kebijakan tersebut, sirkuit Mandalika pun dibangun dengan harapan menarik lebih luas wisatawan. Selain menawarkan bentang alam nan indah, keberadaan sirkuit diharapkan mampu menaikkan tingkat kunjungan wisata, dengan adanya event balapan besar seperti World Superbike dan MotoGP. Kawasan Mandalika pun dipromosikan sebagai Kawasan Wisata Olahraga dan Alam yang menjadi bagian salah satu Destinasi Super Prioritas di Indonesia.
Namun, untuk membangun KEK Mandalika sebagai zona pariwisata, pemerintah tidak bisa berjalan sendiri. Karena pengembangan wisata kelas dunia tanpa meningkatkan ekonomi dan memberdayakan masyarakat lokal hanya isapan jempol semata.
Memaksimalkan Peran Antara Pemerintah, Kearifan Masyarakat LokalÂ
Berdasarkan uraian singkat di situs Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus Republik Indonesia, KEK Mandalika dikembangkan dengan konsep pariwisata yang berwawasan lingkungan berorientasi pada kelestarian nilai dan kualitas lingkungan hidup masyarakat. Sehingga, pemerintah tidak bisa melepaskan kepentingan masyarakat dan wawasan lingkungan yang berkelanjutan.
Menurut saya, untuk mengembangkan pariwisata olahraga dan alam di DSP Mandalika, perlu memperhatikan keterkaitan antara pemerintah, budaya masyarakat setempat, dan kelestarian lingkungan. Hal itu sebenarnya sudah terlihat dari cerita pengalaman wisata saya di atas. Destinasi Pantai Kuta menjadi bagian kesatuan potensi budaya masyarakat suku Sasak, menonjolkan kearifan lokal, dan mengoptimalkan potensi sumber daya alam.
Pemerintah memainkan perannya dalam menyediakan insfratruktur, membantu masyarakat menyediakan berbagai fasilitas, dan mengelola promosi pariwisata menjadi bagian Wonderful Indonesia ke berbagai Negara di dunia. Sementara itu, masyarakat menjadi unsur yang dilibatkan dalam kegiatan wisata seperti yang dilakukan di Desa Sade melestarikan warisan budaya misalnya dari menenun kain songket yang bisa menjadi ikon pariwisata. Selain itu, masyarakat juga terlibat dalam mengembangkan usaha pendukung pariwisata seperti mendirikan toko kerajinan dan toko cindramata.
Sedangkan, lingkungan alam berperan sebagai penyangga dunia pariwisata yang harus dijaga keseimbangan sumberdayanya. Jangan sampai sumberdaya alam malah menjadi rusak dengan samakin tingginya minat wisatawan untuk datang ke Mandalika-Lombok.
Apalagi, sudah banyak bukti kerakusan dalam pengembangan wisata secara berlebihan malah merusak suatu objek wisata. Dampaknya destinasi wisata secara lama kelamaan tidak diminati lagi dan pada akhirnya masyarakat yang dirugikan karena menjadi tidak bermanfaat sama sekali bagi mereka. Selanjutnya, tinggal bagaimana semua unsur bisa menjalankan perannya masing-masing dan Destinasi Super Prioritas Mandalika bukan hanya menjadi tempat liburan wisatawan di Indonesia Aja, namun bermanfaat secara ekonomi bagi masyarakat lokal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H