Undip mendorong Pemikiran Negara Pancasila Negara Paripurna dengan mengadakan seminar nasional dengan tema Negara Pancasila,Negara Paripurna yang bekerjasama dengan Universitas Trisakti dan Djarum Foundation . Selasa (19/7) di Gd. Pascasarjana Undip Pleburan. Peserta seminnar ini adalah akademisi dari PTP dan PTS sejateng, mahasiswa, LSM. Pembicara dari seminar ini adalah Yudi Latif,Ph.D,Dr.Abdul Aziz,M.A, Prof.Dr.Arief Hidayat,S.H,MS, Budi Setyono,Ph.D dan Dr.Trubus P Rahardiansyah,S.H,M.S.
Ketua Bagian Hukum Tata Negara (HTN) Fakultas Hukum Undip, Lita Tyesta AL W, S.H.,M.Hum mengatakan bahwa Seminar Nasional ini didorong adanya keprihatinan kami dari bagian HTN melihat kondisi Indonesia pasca reformasi dengan masih adanya kasus pelanggaran HAM, kekerasan, terorisme dan kejahatan lainnya
"Sekarang ini bisa dikatakan telah terjadi perang dalam asrti yang sesungguhnya yang melibatkan sarana kekerasan dan perang dalam arti benturan ideologi antara pancasila berhadapan dengan liberalisme sekaligus islam garis keras" ujarnya.
"Kampus sebagai dunia akademisi menghadapi bangsa yang terombang-ambing nampaknya mengalami kegamangan. untuk menghadapi dua isu besar tersebut nampaknya kaum akadeisi dan intelektual merespon secara hati-hati karena alasan sensitifitas". imbuhnya
"Seminar ini hendak memposisikan FH undip sebagai kancah pergulatan pemikiran dan sekaligus sebagai penjembatan atara dunia gagasan intelektual dengan dinamika masyarakat" ujar Lita
"Tujuan dari seminar ini adalah ingin mendiskusikan secara akademik gagasan negara indonesia yang berdasarkan pancasila sebagai negara paripurna, mendiskusikan dinamika hubungan negara islam di Indonesia dan memperkuat penyebaran kepada masyarakat mengenai gagasan negara pancasila sebagai negara paripurna' imbuhnya
Penulis Buku Negara Paripurna, Yudi Latif,Ph.D mengatakan bahwa tigabelas tahun setelah reformasi digulirkan, perkembangan demokrasi di Indonesia belum memberi masnfaat besar bagi perbaikan kehidupan bangsa. Bahkan banyak orang mulai sangsi dengan janji demokrasi di negeri ini.
"Jika demokrasi Inonesia kian diragukan kemaslahatannya, tak lain karena perkembangan demokrasi itu cenderung tercabut dari jiwa kekeluargaan. Ibarat pohon, sejarah perkembangan bangsa yang sehat tidak bisa tercerabut dari tanah dan akar kesejahteraannya, ekosistem sosial-budaya,sistem pemaknaan dan pandangan dunianya sendiri. pancasila dirumuskan oleh pendiri bangsa ini sebagai dasar dan tuntutan bernegara dengan mempertimbangkan aspek-aspek itu lewat usaha penggalian, penyerapan,kontekstualisasi,
rasionalisasi dan aktualisasinya dalam rangka menopang keberlangsungan dan kejayaan bangsa" tambahnya
Dosen FH universitas Trisakti Dr.Trubus Rahardiansah,SH.,MS mengatakan bahwa Pancasila harus dijadikan dasar dan tujuan setiap hukum di Indonesia. Oleh sebab itu setiap hukum yang lahir di Indonesia harus berdasar pada pancasila dengan memuat konsistensi isi mulai dari yang paling atas sampai yang paling rendah hirarkinya.
"Hukum-hukum di Indonesia juga harus ditujukan untuk mencapai tujuan-tujuan negara sebagaimana tertuang di dalam pembukaan UUD 10945. Tujuan negara tersebut harus dijadikan orientasi politik pembangunan dan politik hukum sehingga politik hukum haruslah dipandang sebagai upaya menjadikan hukum sebagai alat pencapaian negara dari waktu ke waktu sesuai dengan tahap-tahap perkembangan masyarakat" ujarnya
Penulis Buku Chiefdom Madinah, Dr. Abdul Aziz,M.A mengatakan bahwa mengamati realitas empirik kecenderungan radikaliasasi umat islam beberapa tahun terakhir ini.terdapat potensi radikalisasi paham dan sikap keagamaan dalam konteks hubungan islam dengan negeara berada pada pemikiran corak pertama dan ketiga. Kesimpulan generalisasi seperti ini tentu harus dipahami secara hati-hati, oleh karena tidak semua orang yang menganut pemikiran kedua corak itu berkecenderungan melakukan tindakan ekstrim dan kekerasan. Hal ini menumbuhkan harapan bahwa, bahwa di kalangan penganut paham corak ketiga, masih terdapat perbedaan terutama dalam hal metode dan strategi melaksanakan syariat islam dalam suatu wadah bernegara berbangsa.
"AGar praktik bernegara di Indonesia mampu memenuhi kebutuhan seluruh warganya, khususnya mayoritas muslim, saya mengusulkan agar formulasi "jalan kelima" yaitu posisi kombinatif diantara negara agama dan negara sekuler dikembangkan sebagai alternatif teorisasi pemikiran bernegara berlandaskan kombinasi antara nilai-nilai universal islam dengan nilai-nilai tradisional atau kearifan lokal Indonesia." tambahnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H