Kalau perserta konggres yang didaulat maju semuanya tampil bicara menyampaikan pidato politiknya, tidak halnya dengan WR Supratman.
Ia memilih berpidato versi gayanya sendiri mewakili kapasitas pribadinya sebagai seorang seniman musik yaitu melantunkan lagu "Indonesia Raya" dengan gesekan biolanya.
Siapa sangka, hanya dengan gesekan biola ternyata resonansi nada-nada; "Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya, untuk Indonesia Raya", bagai magnet yang memancarkan semangat kebangsaan dan persatuan peserta konggres.
Lagu, pada dasarnya tak ubahnya seperti bahasa, suatu artikulasi bunyi yang bermakna lebih dari sekadar instrumentasi bunyi yang didalamnya bisa mengungkapkan pesan-pesan, gagasan-gagasan, harapan-harapan, atau penyataan sikap, sebagaimana terartikulasikan dalam lirik lagu tersebut.
Di sini menunjukkan kepada kita bahwa musik memiliki peran cukup penting di tengah kehidupan, termasuk dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Semoga dengan Sumpah Pemuda -- 28 Oktober 2019 akan menggugah dan membangkitkan kembali semangat musisi kita, "dari musisi untuk persatuan Indonesia", sebagaimana dicontohkan musisi dan komponis WR Supratman dengan lagunya "Indonesia Raya" di Konggres Pemuda Indonesia II - 28 Oktober 1928.
Alex Palit, citizen jurnalis pendiri Forum Apresiasi Musik Indonesia (Formasi)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H